Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Ungkap Tantangan RI untuk Keluar dari Jerat Impor Sapi

Indonesia dinilai sulit untuk keluar dari jerat impor sapi. Wabah PMK yang merebak jadi salah satu alasan.
Pekerja memerah susu sapi di peternakan Mahesa Perkasa di Depok, Jawa Barat. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pekerja memerah susu sapi di peternakan Mahesa Perkasa di Depok, Jawa Barat. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia dinilai sulit untuk keluar dari jerat impor sapi. Produksi sapi yang terus menurun dan penyakit mulut dan kuku (PMK) membuat RI ketergantungan terhadap impor

Sebanyak 180.000 ton daging sapi akan masuk ke Indonesia dari sejumlah negara untuk memenuhi kebutuhan selama puasa dan lebaran 2025. Sementara itu pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan impor.

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan bahwa sejak 2000, pemerintah telah menargetkan swasembada daging sapi.

Namun sayangnya, Khudori menyebut target tersebut terus menjauh. Hal itu ditandai dengan angka impor yang makin besar dan porsi daging sapi produksi domestik yang terus menurun dari sisi persentase kemampuan memenuhi kebutuhan konsumsi.

“Dengan realitas itu, tidak mungkin tidak impor. Tetap impor kalau produksi dalam negeri tidak cukup,” kata Khudori kepada Bisnis, Kamis (23/1/2025).

Apalagi, Khudori menuturkan dengan terjadi kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) membuat populasi sapi turun. Menurutnya, kasus PMK yang terjadi pada 2022 memukul para peternak.

“Vaksinasi tak berjalan optimal, penggantian ternak yang di-stamping out atau dipotong paksa sampai hari ini tak jelas kelanjutannya,” tuturnya.

Padahal, lanjut dia, ternak sapi merupakan aset bagi peternak. 

Maka dari itu, Khudori memandang untuk mencapai swasembada daging nampaknya makin sulit, ini artinya Indonesia masih akan ketergantungan impor daging sapi.

“Setelah wabah PMK terjadi lagi, meraih swasembada [daging] pasti kian sulit. Kebutuhan industri, hotel, restoran dan katering nggak mungkin disetop,” ujarnya.

Dalam catatan Bisnis, Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap secara nasional, pada 28 Desember 2024–8 Januari 2025, terdapat 13.287 ekor ternak sakit dilaporkan akibat PMK. Wabah ini terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Timur, dengan data menunjukan total 496 kasus terjadi dalam satu bulan terakhir.

Pengamat Peternakan dari Universitas Padjajaran Rochadi Tawaf mengaku khawatir akan adanya penurunan populasi ternak akibat wabah PMK. Sebab, pada tahun lalu, dia menyebut penurunan populasi dan produksi hampir mencapai 30% imbas wabah PMK.

Di sisi lain, permintaan daging sapi akan meningkat di dalam  negeri, apalagi menjelang puasa. Namun, dengan wabah PMK ini, maka permintaan daging sapi akan terus meningkat sedangkan populasi menurun. Imbasnya, pemenuhan daging sapi akan bergantung pada keran impor alias food trap(keterperangkapan pangan).

“Kalau daging, diganti sama daging impor, impor [daging sapi] yang membesar nanti. Jadi ketergantungan kita terhadap impor [daging sapi] makin membesar,” kata Rochadi saat dihubungi Bisnis.

Rochadi menyampaikan bahwa saat ini persentase impor daging sudah hampir mendekati 50%. Padahal, sebelumnya kebutuhan daging dalam negeri mampu diproduk sebanyak 70%, sisanya berasal dari impor.

“Ketergantungan impornya membesar, harga pasti mahal, karena sapinya nggak ada, orang mintanya banyak,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper