Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian meragukan nilai riil investasi Apple untuk pembangunan pabrik AirTag yang merupakan aksesoris iPhone sebesar US$1 miliar atau setara Rp16,2 triliun.
Bahkan, Kemenperin telah mengkalkulasi besaran investasi itu hanya menyentuhUS$200 juta atau Rp3,24 triliun (kurs Rp16.207). Jauh dari komitmen Apple yang digaungkan.
Sebelumnya, Apple berencana membangun pabrik di Batam untuk produksi AirTag yang diperkirakan dapat memasok sekitar 60% kebutuhan AirTag global dan berproduksi mulai 2026. Fasilitas produksi ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif mengatakan kementerian telah melakukan perhitungan rinci, hasilnya nilai riil investasi pabrik AirTag Iphone tersebut paling besar hanya US$200 juta.
"Nilai ini tentu jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai investasi US$1 miliar dalam proposal yang disampaikan Apple kepada kami,” kata Febri dalam keterangan resminya, Rabu (22/1/2025).
Menurut Febri, dari kalkulasi Kemenperin, pihak Apple sengaja memasukkan proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku ke dalam besaran investasi. Alhasil, investasi pabrik Iphone pun tampak melebihi US$1 miliar.
Lebih jauh, Febri menjelaskan perhitungan investasi seharusnya hanya menyangkut capital expenditure (Capex), meliputipembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi. Artinya, komponen proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku yang diselundupkan Apple, layak dicoret dari perhitungan investasi.
"Jika nilai investasi Apple sebesar US$1 miliar itu benar-benar untuk Capex, seperti pembelian tanah, bangunan, dan mesin/teknologi, tentu lebih baik lagi. Bayangkan jumlah tenaga kerja yang bisa terserap dengan angka investasi US$1 miliar, tentu akan sangat besar sekali,” terangnya.
Febri juga menyebutkan dalam pertemuan awal Januari lalu, pihak Apple sempat menanyakan apakah proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku masuk dalam Capex.
Tim negosiasi Kemenperin dengan tegas menyatakan bahwa dua variabel tersebut bukan merupakan bagian dari capex. Pengukuran capex menggunakan tiga variabel, yakni pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi produksi.
Lebih lanjut, Febri menekankan bahwa investasi Apple pada periode 2020-2023 juga belum sepenuhnya mematuhi Permenperin No. 29 Tahun 2017, yang telah memberikan fasilitas bagi Apple untuk menjual produknya di Indonesia.
Apple juga disebut telah mengakui bahwa mereka masih punya utang komitmen investasi senilai US$10 juta pada periode 2020-2023 yang jatuh tempo pada bulan Juni 2023.
Berdasarkan Permenperin tersebut, ketidakpatuhan dapat menyebabkan Apple dikenai sanksi penambahan modal investasi baru, pembekuan sertifikat TKDN HKT, bahkan pencabutan sertifikat TKDN HKT yang mengakibatkan produk Apple tidak bisa diperdagangkan di Indonesia.
Febri mengatakan, dari tiga sanksi tersebut, Kemenperin memilih sanksi paling ringan, yaitu penambahan modal investasi skema tiga pada proposal periode 2024-2026. Sanksi ini juga telah disampaikan dalam counter proposal Kemenperin dalam negosiasi dengan Apple.
Dia mengatakan, Kemenperin menjatuhkan sanksi yang paling ringan sekaligus kemudahan bisnis bagi Apple untuk segera membangun fasilitas produksi HKT nya di Indonesia.
“Tapi, jika Apple belum patuh juga kami pertimbangkan sanksi lebih berat lagi,” tegasnya.
Hingga saat ini pihaknya belum menerima revisi proposal dari Apple, dengan alasan masih memerlukan waktu untuk merevisi proposal tersebut. Untuk itu, Kemenperin belum bisa mengeluarkan sertifikat TKDN bagi produk HKT Apple terutama iPhone 16 series.
Akibatnya, TPP (Tanda Pengenal Produk) semua produk HKT Apple juga belum bisa diterbitkan. Dengan demikian, sehingga semua produk HKT Apple belum bisa diperdagangkan di Indonesia, termasuk iPhone 16 series.
Menurut dia, tidak ada halangan bagi Apple untuk membangun fasilitas produksi HKT di Indonesia. Sebab, Apple memiliki kemampuan finansial dan pengaruh yang besar untuk membawa supplier GVC (Global Value Chain) ke Indonesia.
Begitu juga iklim berbisnis, kemampuan SDM, dan ekosistem teknologi tinggi di Indonesia juga menjadi nilai lebih bagi Apple untuk masuk ke Indonesia.
“Pihak Apple dalam negosiasi menyampaikan bahwa mereka membutuhkan waktu untuk pembangunan fasilitas produksi HKT di Indonesia, juga untuk membawa GVC mereka masuk ke sini,” tuturnya.
Menurut Febri, Apple sudah berbisnis dan berinvestasi di Indonesia sejak tahun 2017 dengan menggunakan fasilitas investasi yang diatur dalam Permenperin No. 29 Tahun 2017.
“Itu artinya, tidak ada birokrasi yang berbelit-belit yang mempersulit bisnis Apple di Indonesia. Hingga tahun 2024, juga tidak ada komplain dari Apple terkait birokrasi dan regulasi di Indonesia,” imbuhnya.
Bahkan, banyak investor yang sudah membangun eksosistem produksi teknologi tinggi di Indonesia saat ini. “Bagi kami, ini membuktikan bahwa tidak ada masalah ekosistem teknologi tinggi pada sistem produksi manufaktur Indonesia. Ekosistem tersebut sudah ada dan bisa dimanfaatkan oleh perusahaan teknologi tinggi global seperti Apple di Indonesia,” pungkasnya.