Bisnis.com, JAKARTA - Industri pengolahan kakao nasional kian mentereng di kancah internasional. Hal ini tercerminkan dari nilai ekspor kakao olahan (HS 18) sebesar US$2,62 miliar atau setara dengan Rp42,69 triliun sepanjang 2024. Capaian tersebut berkontribusi 1,05% terhadap ekspor industri nonmigas.
Direktur Jenderal Industri Agro Putu Juli Ardika mengatakan, nilai ekspor produk kakao olahan tahun sebelumnya mencapai US$1,2 miliar atau setara dengan Rp19,5 triliun dan berkontribusi pada share market global sebesar 3,92%.
"Kita hampir 70%-80% industri hasil pengolahan kakao ini berturut-turut ekspor hampir ke 100 negara, negara-negara lain memanfaatkan hasil olahan kita, ini dampak yang sangat besar kalau kita bisa dorong industri," kata Putu agenda Lokakarya Nasional Tractions di Kantor Kemenperin, Rabu (15/1/2025).
Putu menyebut, kemampuan daya saing industri pengolahan kakao nasional menjadikan Indonesia sebagai eksportir produk kakao olahan terbesar ke-4 di dunia dengan pangsa pasar utama antara lain India, Amerika Serikat, Uni Eropa, China, dan Malaysia.
Kinerja ekspor yang meningkat mendukung industri pengolahan kakao, khususnya cokelat premium yang dinilai mempunyai potensi untuk berkembang di masa depan. Sejalan dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap produk cokelat berkualitas.
Kendati demikian, Putu tak memungkiri industri pengolahan kakao dan cokelat menghadapi tantangan yang luar biasa di tahun 2024. Gagal panen akibat perubahan iklim di Ghana dan Pantai Gading yang merupakan produsen utama kakao dunia mengakibatkan harga kakao di pasaran dunia meningkat secara drastis.
Baca Juga
Tercatat pada tahun 2023, harga biji kakao masih di angka US$3.280 per ton dan terus merangkak naik secara fluktuatif di sepanjang tahun 2024 dengan nilai rerata tertinggi pada akhir tahun yang mencapai US$10.556 per ton.
"Kenaikan harga bahan baku tentu memberikan pukulan telak bagi industri pengolahan kakao. Diperkirakan utilisasi tahun 2024 turun jika dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 61%," tuturnya.
Dalam catatan Kemenperin, pada tahun 2023, terdapat 15 industri cokelat artisan dan meningkat menjadi 47 industri pada tahun lalu. Putu menilai hal tersebut menunjukkan sinyal positif bahwa industri cokelat premium memiliki potensi untuk berkembang di masa depan.
"Jadi dia tumbuh di saat memang bahan bakunya tidak murah, ini berarti bahwa industri artisan kakao ini punya daya saing, bisa dikembangkan dan bisa membantu yang bagaimana harga baik ini bisa kita isi karena dia jadi semahal itu apabila masuk ke premium, masuk ke specialty melalui fermentasi," ujarnya.