Pekerja memilih di-PHK lantaran telah dirumahkan secara bergiliran sejak 2022 dan pekerja dirumahkan semua tanpa uang tunggu sejak September 2024 atau sebelum dinyatakan pailit. Buruh menilai penerapan going concern bukanlah solusi untuk pekerja Bitratex karena sebelum adanya putusan pailit pekerja Bitratex telah dirumahkan tanpa gaji/uang tunggu.
Pernyataan PHK dari kurator menjadi sangat penting bagi karyawan Bitratex karena sebagai syarat administrasi untuk
mencairkan JHT (Jaminan Hari Tua) dan JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan) untuk keberlanjutan hidup.
Pernyataan ini bertolak belakang dengan aspirasi yang selama ini disuarakan oleh Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group Slamet Kaswanto yang memohon pemerintah untuk mendorong opsi going concern agar tidak ada PHK.
Berdasarkan pernyataan tim kurator, Slamet Kaswanto merupakan karyawan PT Sinar Pantja Djaya, anak usaha Sritex yang telah tutup sebelum putusan pailit.
6. Tindak Pidana Berkaitan Kepailitan
Pada saat dilangsungkannya pra verifikasi pencocokan piutang, tim kurator mendapatkan informasi dari pihak Bank Muamalat Indonesia dan Bank Permata bahwa Subdit II Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri saat ini sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana pemalsuan dan/atau tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan
dan/atau pemalsuan dokumen pasal 372 KUHP dan/atau pasal 263 KUHP dan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Diduga dalam proses pengajuan dan pencairan fasilitas kredit dan pembiayaan yang dilakukan oleh debitur atas nama PT Sritex
menggunakan dokumen palsu, mark up nilai piutang, multi pledging agunan dan penggunaan tidak sesuai dengan tujuan fasilitas kredit (side streaming) serta tindak pidana pencucian uang atas pencairan kredit dan pembiayaan tersebut.
Baca Juga
Atas kejadian tersebut menyebabkan kerugian terhadap 22 bank pemberi utang bilateral sebesar Rp8,58 triliun, 30 bank pemberi utang sindikasi sebesar Rp5,05 triliun, 9 bank pemberi utang leasing sebesar Rp549,46 miliar, 2 utang notes sebesar Rp5,41 triliun dan 1 utang medium term notes sebesar Rp360,97 miliar. Secara total Sritex menyebabkan kerugian total sebesar Rp19,96 triliun.