Bisnis.com, JAKARTA - Tim kurator dalam proses kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex membeberkan kejanggalan yang ditemukan setelah perusahaan tersebut diputus pailit berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang.
Dalam putusan tersebut, kepailitan disebabkan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi tagihan kreditor yang tercatat di tim kurator sebesar Rp32,6 triliun. Adapun, tagihan sebanyak Rp1,2 triliun datang dari perusahaan afiliasiSritex Group.
Meski status pailit telah inkrah setelah Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi Sritex atas putusan PN Semarang No Perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024PN Niaga Smg tetanggal 21 Oktober 2024, tim kurator melihat kejanggalan dan kegiatan ilegal pada perusahaan tersebut.
1. Kegiatan Ekspor Ilegal
Tim kurator menyampaikan bahwa dari sejak dinyatakan pailit, para debitur yakni Sritex beserta anak usahanya, PT Primayudha, PT Bitratex Industries, dan PT Sinar Pantja Djaya tetap menjalankan perusahaannya seperti tidak terjadi kepailitan. Hal tersebut disebut melanggar pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
Tak hanya itu, berdasarkan investigasi tim kurator juga ditemukan bahwa Sritex dan PT Primayudha melakukan kegiatan ilegal pada malam hari yakni memasukkan dan mengeluarkan barang berupa bahan baku dan barang jadi yang diekspor dengan dukungan Bea Cukai.
2. Isu Krisis Bahan Baku Mengada-ada
Menurut tim kurator, kabar terkait pabrik Sritex kehabisan bahan baku untuk produksi hanya bualan yang disampaikan debitur. Dari hasil investigasi tersebut, tim kurator menilai stok bahan baku masih berlebih dan masih dapat melakukan ekspor secara ilegal.
Baca Juga
"Kemarin kita cek, ada bahan baku yang banyak sekali di PT Bitratex Industries. Bahkan, saya kira bahan bakunya lebih banyak dari yang di PT Sritex," jelas Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator Sritex dalam konferensi pers di Semarang, Senin (13/1/2025) malam.
Diberitakan Bisnis sebelumnya, Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto sempat menyampaikan bahwa bahan baku untuk produksi semakin menipis seiring belum adanya opsi going concern di tengah status pailit. Akibatnya, sebanyak 2.500 karyawan Sritex diliburkan.
3. Perbankan Abaikan Kurator
Sejumlah perbankan yang telah disurati untuk melakukan pemblokiran rekening demi mengamankan harga pailit hingga saat ini, disebut masih ada beberapa bank yang mengabaikan dan terus menjalankan transaksi perbankan sejak dinyatakan pailit hingga saat ini.
Tim kurator melaporkan bahwa saat ini baru satu perbankan yang berhasil diblokir sejak dinyatakan pailit 21 Oktober 2024 hingga 11 November 2024 lalu dengan dugaan penarikan dana sebesar Rp150 miliar. Kondisi tersebut diduga akan merugikan harta pailit.
4. Kurator Kesulitan Temui Pemilik Sritex
Tim kurator belum pernah bertemu langsung dengan pemilik atau direktur utama Sritex, meskipun beberapa kali mengunjungi pabrik di Sukoharjo. Pertemuan hanya dilakukan dengan direktur umum atau pihak terkait lainnya. Pada 29 Oktober 2024, meski dijanjikan bertemu dengan direktur utama, yang hadir malah direktur keuangan, dan pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Brigjen Helfi Assegaf yang menekan kurator untuk menjalankan going concern.
Pada 31 Oktober dan 5 November 2024, kunjungan dilakukan ke Bea Cukai dan pabrik Sritex, tetapi yang ditemui bukan direktur utama. Pada 18 dan 21 November 2024, tim kurator kembali mengundang dan mendatangi pihak debitur di Sukoharjo. Namun, selalu hanya ditemui oleh direktur keuangan dan direktur umum, dan tidak diperbolehkan mengakses data atau dokumentasi terkait.
5. Buruh Justru Minta PHK
Berdasarkan surat yang diterima tim kurator pada 23 Desember 2024, karyawan PT Bitratex Industries, salah satu anak usaha Sritex, memohon kepada kurator untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).