Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah merealisasikan penarikan utang senilai Rp556,6 triliun untuk pembiayaan APBN sepanjang 2024. Jumlah tersebut lebih rendah Rp91,5 triliun dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp648,1 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengklaim realisasi itu didukung oleh bauran pembiayaan utang yang terkendali dan pembiayaan non utang yang produktif.
Dia merincikan defisit anggaran APBN sepanjang 2024 mencapai Rp553,2 triliun. Defisit tersebut ditutup dengan pembiayaan utang Rp556,6 triliun dan non utang Rp3,4 triliun.
"Sisa lebih pembiayaan anggaran [SiLPA] berhasil mencapai Rp45,4 triliun. SiLPA ini akan menjadi bantalan yang penting dalam memperkuat buffer [bantalan] fiskal APBN 2025," kata Thomas dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).
Lebih lanjut, keponakan Presiden Prabowo Subianto itu menjelaskan komponen utama pembiayaan utang yaitu surat berharga negara (SBN) dihadapkan berbagai tantangan sepanjang 2024.
Dia mencontohkan, ketidakpastian arab kebijakan moneter negara maju, pelemahan ekonomi China, eskalasi konflik Timur Tengah, lonjakan harga minyak, hingga kemenangan Trump di Amerika Serikat (AS) membuat pasar SBN cukup fluktuatif.
Baca Juga
Kendati demikian, Thomas meyakini minat investor ke SBN lebih baik sepanjang tahun lalu. Dia mencontohkan, bid to cover ratio dalam penerbitan SBN sebesar 2,3 sepanjang 2024.
"Kinerja pasar SBN tetap terjaga baik, yield SBN tetap terkendali dengan spread UST berada pada level relatif rendah. Pasar SBN mencatat inflow [arus modal asing masuk] Rp34,59 triliun secara year to date," ujarnya.
Sebagai informasi, secara keseluruhan, Kementerian Keuangan membukukan realisasi belanja negara mencapai Rp3.350,3 triliun selama 2024. Sementara itu, pendapatan negara mencapai Rp2.842,5 triliun selama 2024.
Jika realisasi belanja tersebut dikurangi dengan realisasi pendapatan negara maka APBN 2024 mencatatkan defisit Rp507,8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan defisit APBN 2024 itu setara 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit itu melebar dari capaian tahun sebelumnya atau 2023, yaitu Rp347,6 triliun atau 1,65% terhadap PDB.
"Betapa kita melihat tadi, 2,29% desain awal, memburuk ke 2,7%, dan kita mengembalikan lagi pada kondisi yang baik, yaitu APBN [2024] dijaga defisitnya di 2,29%," ujarnya pada kesempatan yang sama.