Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia mengungkapkan pihaknya telah bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk membahas penyelesaian utang burden sharing yang jatuh tempo pada tahun depan senilai Rp100 triliun.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan dirinya telah berkoordinasi terkait rencana penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) 2024 serta rencana operasi moneter 2025.
"Secara prinsip kami sepakat mengenai rencana penerbitan SBN dan juga rencana pembelian SBN dari pasar sekunder sebagai bagian dari rencana operasi moneter," tuturnya, Rabu (18/12/2024).
Sebagaimana penerbitan SBN oleh Kementerian Keuangan merupakan salah satu cara pemerintah untuk membayar utang jatuh tempo setiap tahunnya, alias tarik utang baru untuk membayar utang lama.
Mengacu pembiayaan anggaran 2025, pemerintah berencana menerbitkan SBN neto senilai Rp642,56 triliun—belum mencakup SBN untuk membayar utang jatuh tempo (bruto).
Sementara dalam operasi moneter, Perry menjelaskan rencananya bank sentral akan membeli SBN senilai Rp150 triliun bahkan lebih dari pasar sekunder.
Baca Juga
Hal tersebut sebagai bagian dari operasi moneter Bank Indonesia untuk menstabilkan rupiah pada tahun depan.
Dalam rencana tersebut, bank sentral akan memantau berbagai perkembangan dinamika pasar keuangan, uang primer, serta kebutuhan likuiditas sebelum membeli SBN di pasar sekunder.
Adapun, aksi berbagi beban alias burden sharing antara pemerintah dan bank sentral, di mana Bank Indonesia membeli surat utang negara di pasar perdana untuk menstabilkan sistem keuangan dan membiayai APBN selama pandemi Covid-19, tercatat senilai Rp836,56 triliun.
Melihat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2021, tercatat dari penerbitan SBN dalam rangka SKB II dan SKB III tersebut, terdapat SBN berupa SUN seri Variable Rate (VR) yang khusus dijual kepada BI di pasar perdana.
Total jatuh tempo utang tersebut mulai pada 2025 (Rp100 triliun), 2026 (Rp154,5 triliun), 2027 (Rp210,5 triliun), 2028 (Rp208,06 triliun), 2029 (Rp107,5 triliun), dan 2030 (Rp56 triliun).