Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pertanian Organik Masa Depan Diramal Cerah, Ini Alasannya

Pengamat pertanian memproyeksi pertanian organik memiliki masa depan yang cerah ke depan, seiring munculnya kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi makanan sehat
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi - Istimewa.
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi - Istimewa.

Bisnis.com, BOGOR — Pengamat pertanian memproyeksi pertanian organik memiliki masa depan yang cerah ke depan, seiring munculnya kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi makanan yang sehat.

Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menyebut, sudah sejak beberapa tahun terakhir muncul kesadaran di tingkat konsumen bahwa makan makanan yang sehat adalah kebutuhan primer.

“Secara umum, pertanian organik yang baik dan benar produknya akan lebih baik untuk kesehatan. Karena itu, harganya biasanya lebih mahal,” kata Khudori kepada Bisnis, Kamis (5/12/2024).

Selain itu, cerahnya prospek pertanian organik lantaran tanah dan bumi, juga air mengalami degradasi atau kemunduran kualitas.

Untuk tanah, misalnya, Khudori menuturkan bahwa setelah dieksploitasi berlebihan puluhan tahun dengan cara bahan organik ditarik keluar dari sawah dan tidak dikembalikan lagi, lahan-lahan sawah intensifikasi miskin kandungan C-organik.

Tanah sawah di Jawa, misalnya, Khudori menyampaikan bahwa 75-80% kandungan C-organik kurang dari 2%. Ini artinya, tanah dengan C-organik kurang dari 2% tergolong lahan sakit.

“Pertanian organik, dengan aplikasi pupuk organik, akan memulihkan kesuburan tanah. Juga akan memperbaiki kesehatan tanah, baik dari sisi fisik, kimia maupun biologi,” ungkapnya.

Namun demikian, Khudori mengungkap praktik pertanian organik di tahun-tahun awal bisa memakan waktu 2–2,5 tahun produksi, atau belum setinggi pertanian nonorganik. Bahkan, di musim tanam awal biasanya produksi turun.

“Petani yang orientasinya menggenjot produksi tinggi tentu tidak sabar,” ucapnya.

Di samping itu, menurut Khudori, sistem sewa atau bagi hasil yang banyak dipraktikkan di sejumlah daerah produksi pangan memiliki orientasi untuk bagaimana membuat lahan berproduksi setinggi-tingginya. Imbasnya, upaya menyehatkan tanah dengan praktik pertanian organik menjadi pilihan terakhir.

Tantangan berikutnya, produk pertanian organik tidak selalu diganjar dengan harga premium. Kondisi ini bisa membuat petani dan produsen frustrasi.

“Itu makanya, biasanya pasar produk pertanian organik itu menggunakan jalur khusus berbasis komunitas dan sejenisnya,” tutupnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rika Anggraeni
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper