Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom Center of Reform on Economics Indonesia Yusuf Rendy Manilet mewanti-wanti dampak negatif tingkat inflasi yang 'hanya' mencapai 1,55% (year on year/YoY) pada November 2024.
Yusuf mengakui tingkat inflasi yang rendah menunjukkan keberhasilan pemerintah menjaga level harga terutama kebutuhan pangan. Kendati demikian, dia mengingatkan tingkat inflasi yang rendah tersebut diawali dengan tren deflasi lima bulan beruntun pada Mei—September 2024.
"Ditambah dengan beberapa indikator yang sebenarnya berkaitan satu sama lain juga bisa menunjukkan, rendahnya inflasi diakibatkan karena lemahnya permintaan masyarakat," jelas Yusuf kepada Bisnis, Senin (2/11/2024).
Apalagi, sambungnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif mengalami perlambatan sepanjang tahun ini dibanding dengan tahun lalu. Dengan kata lain, sambungnya, daya beli masyarakat relatif melambat sepanjang 2024.
Yusuf mengingatkan konsumsi rumah tangga merupakan komponen utama penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga mendistribusikan 53,08% dari produk domestik bruto (PDB) pada Kuartal III/2024.
"Hal ini tentu akan memberikan implikasi ke perekonomian," jelasnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, dia menilai besar peluang tingkat inflasi pada dua bulan akhir 2024 akan kembali meningkat. Secara historis, masyarakat cenderung melakukan pengeluaran besar menjelang momen Natal dan Tahun Baru terutama sehingga inflasi akan meningkat terutama untuk sektor jasa transportasi.
Begitu juga pada Kuartal I/2025, Yusuf melihat tren kenaikan inflasi bisa terus berlanjut. Alasannya, ada momen Ramadan dan Idul Fitri yang kerap mengerek kenaikan harga.
"Meski demikian, kalau kita berkaca pada rencana pemerintah yang berpotensi menerapkan tarif PPN baru 12% di awal tahun depan, saya kira hal ini akan menjadi semacam faktor penyesuaian yang bisa mengubah proyeksi angka inflasi terutama di Kuartal I/2025," tutupnya.
Sebelumnya, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan tingkat inflasi mencapai 1,55% (YoY) pada November 2024. Sementara secara bulanan, Indonesia mencatatkan inflasi 0,30% pada November 2024.
"Inflasi bulanan pada November 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan Oktober 2024, tetapi lebih rendah dari November 2023," ujar Amalia dalam rilis berita resmi statistik, Senin (2/11/2024).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal memproyeksikan inflasi pada akhir 2024 akan berada di kisaran 1,3%-1,5% YoY.
"Yang artinya lebih rendah dibanding inflasi pada masa pandemi 2020 dan 2021," jelas Faisal kepada Bisnis.com, Minggu (1/11/2024).
Sejalan, Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) David Sumual memproyeksikan tingkat inflasi pada akhir 2024 berada di angka 1,6% YoY.
Berdasarkan catatan Bank Dunia (World Bank), selain masa pandemi Covid-19 pada 2020 dan 2021, tingkat inflasi Indonesia selalu berada di atas 2% sejak 1960—data sebelum itu tidak tersedia.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tingkat inflasi berada di angka 1,68% (YoY) pada akhir 2020. Sementara itu pada akhir 2021, tingkat inflasi di angka 1,87% YoY.
Artinya, jika inflasi pada akhir 2024 berada di kisaran 1,3%—1,6% YoY maka kemungkinan besar akan menjadi yang terendah sepanjang sejarah Republik Indonesia.