Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap nilai tukar petani (NTP) mengalami kenaikan sebesar 0,49% secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi 121,29 pada November 2024. Adapun, Bengkulu menjadi provinsi dengan perolehan NTP tertinggi pada periode ini.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan sebanyak 23 provinsi di Indonesia mengalami kenaikan NTP dengan peningkatan tertinggi di Bengkulu sebesar 4,79%.
“Peningkatan NTP tertinggi di provinsi tersebut [Bengkulu] didorong oleh kenaikan harga komoditas kelapa sawit, karet, tomat, kol atau kubis, dan kakao atau cokelat biji,” kata Amalia dalam Rilis BPS, Senin (2/12/2024).
Di sisi lain, BPS mencatat terdapat 15 provinsi yang mengalami penurunan NTP, dengan penurunan terdalam terjadi di Gorontalo sebesar 2,64%. Penurunan ini imbas dari merosotnya harga komoditas seperti cabai rawit, jagung, sapi potong, dan gabah.
Secara keseluruhan, Amalia menyampaikan bahwa kenaikan NTP terjadi lantaran indeks harga yang diterima petani naik 0,86%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebesar 0,37%.
Dari sana terungkap komoditas yang dominan memengaruhi kenaikan indeks harga yang diterima petani adalah kelapa sawit, bawang merah, karet, dan tomat sayur.
Baca Juga
Lebih jauh, peningkatan NTP tertinggi terjadi pada subsektor hortikultura yang naik 3,46%. Kenaikan ini terjadi lantaran indeks harga yang diterima petani naik 3,85% lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar petani sebsar 0,38%.
Sementara itu, komoditas dominan yang mempengaruhi indeks harga yang diterima petani pada subsektor ini di antaranya meliputi bawang merah, tomat, kol kubis, dan jeruk.
Di sisi lain, BPS juga menyampaikan bahwa penurunan NTP terdalam terjadi pada subsektor tanaman pangan yang turun 1,78%. Imbas indeks harga yang diterima petani turun 1,35%, sedangkan indeks harga yang dibayar petani naik 0,44%.
Adapun, komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan indeks harga yang diterima petani pada subsektor ini adalah gabah, jagung, dan ketela pohon.
Pada November 2024, BPS juga mengungkap nilai tukar usaha petani (NTUP) mengalami naik 0,8% secara bulanan menjadi 123,77.
Amalia menjelaskan, kenaikan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan sebesar 0,86% menjadi 146,82. Angkanya lebih tinggi dari indeks biaya produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) yang naik 0,06% menjadi 118,62.
BPS menjelaskan, komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks BPPBM nasional adalah bibit bawang merah, upah penanaman, benih padi, dan dedak.
Sementara itu, peningkatan NTUP tertinggi terjadi pada subsektor hortikultura yang naik 3,64% menjadi 116,14. Kenaikan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani naik 3,85% atau lebih tinggi dibandingkan indeks BPPBM yang mengalami kenaikan 0,21%.
“Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks BPPBM adalah bibit bawang merah, pupuk kandang, dan upah menuai atau memanen,” jelasnya.
Sementara itu, penurunan NTUP terdalam terjadi pada subsektor tanaman pangan yang turun 1,41%. Penurunan ini terjadi imbas indeks harga yang diterima petani turun 1,35%, sedangkan indeks BPPBM naik 0,06%.
Lebih lanjut, Amalian menuturkan komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks BPPBM antara lain upah penanaman, benih padi, upah membajak, dan upah mencangkul.
Adapun, BPS mencatat sebanyak 25 provinis mengalami kenaikan NTUP dengan pemningkatan tertinggi terjadi di Bengkulu sebesar 5,01%. Di sisi lain, sebanyak 13 provinsi mengalami penurunan NTUP, dengan penurunan terdalam terjadi di Gorontalo, yakni 3,12%.