Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OECD Beri Saran soal Tambahan Penerimaan Negara, Begini Respons Anak Buah Sri Mulyani

OECD melihat idealnya Indonesia dapat melakukan peningkatan penerimaan pajak dengan berbagai cara.
Siluet warga beraktivitas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (2/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Siluet warga beraktivitas dengan latar gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (2/10/2024). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan merespons hasil laporan Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD yang mengusulkan beragam cara, salah satunya penurunan ambang batas PTKP, untuk menarik tambahan penerimaan negara. 

OECD melihat idealnya Indonesia dapat melakukan peningkatan penerimaan pajak dengan berbagai cara, salah satunya perluasan basis pajak wajib pajak Badan serta penurunan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Orang Pribadi (OP) dan UMKM. 

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Badan Kebijakan Fiskal Wahyu Utomo menyampaikan hasil kajian dari lembaga internasional tersebut akan menjadi referensi otoritas fiskal dalam mengambil kebijakan. 

“Hasil kajian OECD dapat menjadi salah satu referensi untuk optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan usaha,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Kamis (28/11/2024). 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menyambut baik setiap rekomendasi yang diberikan dalam mengoptimalkan sistem perpajakan. 

Terkait perbaikan administrasi pajak, saat ini pihaknya sedang bersiap meluncurkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS) yang segera meluncur pada awal 2025. 

Sementara untuk saat ini, Dwi Astuti mengungkapkan dalam rangka mengamankan penerimaan pajak, DJP menempuh berbagai upaya mulai dari perluasan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi dan peningkatan kapasitas administrasi DJP.

Selain itu, saat ini juga dilakukan penguatan implementasi reformasi pajak dan harmonisasi kebijakan serta pemberian insentif pajak yang semakin terukur dan terarah.

OECD dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa melalui perbaikan administrasi pajak atau tax administration, dapat mengerek pendapatan hingga 1% dari produk domestik bruto (PDB).

Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), dengan PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) 2023 senilai Rp20.892,4 triliun, artinya tambahan pendapatan negara dapat mencapai Rp208,924 triliun. 

Salah satu saran OECD untuk mengerek penerimaan negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bukan hanya sebatas menaikkan tarif dari 11% menjadi 12%.  

Saat ini, bisnis dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar (US$300.000) tetap dibebaskan dari PPN. Ambang batas ini lebih tinggi dari kebanyakan negara OECD dan jauh lebih tinggi dari Thailand dan Filipina, yang hanya sekitar US$50.000.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper