Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Muncul Petisi Tolak PPN 12%, Sudah Ditandangani 2.800 Orang

Ribuan orang telah menandatangani petisi penolakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025.
Karyawati beraktivitas di salah satu kantor pajak di Jakarta, Senin (14/10/2024). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati beraktivitas di salah satu kantor pajak di Jakarta, Senin (14/10/2024). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Ribuan orang telah menandatangani petisi penolakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025. Pasalnya, kebijakan ini dinilai kian membebani perekonomian masyarakat yang tengah terpuruk.

Petisi yang muncul dalam laman change.org itu telah ditandatangani oleh 2.808 orang hingga hari ini, Kamis (21/11/2024) pukul 09.34 WIB. Petisi ini dibuat oleh akun dengan nama Bareng Warga.

Dalam petisinya, akun Bareng Warga menilai bahwa rencana pemerintah untuk mengerek PPN menjadi 12% memperdalam kesulitan masyarakat. Pasalnya, harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik dan sangat memengaruhi daya beli.

“Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik,” tulis akun tersebut, dikutip Kamis (21/11/2024).

Menurutnya, daya beli masyarakat akan makin merosot jika pemerintah tetap memaksa untuk mengerek PPN menjadi 12% tahun depan. Apalagi, pelemahan daya beli mulai terasa sejak Mei 2024.

“Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas,” ujarnya.

Dari sisi pengangguran terbuka misalnya, akun Bareng Warga, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angkanya masih sekitar 4,91 juta orang per Agustus 2024. Kemudian dari 144,64 juta orang yang bekerja, sebagian besar atau 57,94% bekerja di sektor informal di mana jumlahnya mencapai 83,83 juta orang.

Dia turut menyoroti soal upah pekerja. Masih dari data BPS per Agustus 2024, sejak 2020 rata-rata upah pekerja semakin mepet dengan rata-rata upah minimum provinsi (UMP). Trennya sempat naik di 2022, tetapi kembali turun di 2023. 

“Tahun ini selisihnya hanya Rp154.000,” ungkapnya.

Kendati begitu, dia meragukan UMP sebagai acuan pendapatan yang layak. Di Jakarta misalnya. Untuk hidup di kota metropolitan tersebut, catatan BPS 2022 menunjukan dibutuhkan uang sekitar Rp14 juta per bulannya, sedangkan UMP Jakarta di 2024 saja hanya Rp5,06 juta. Apalagi dari fakta yang ada, masih banyak pekerja yang diberi upah lebih kecil dari UMP.

Atas dasar itulah, akun Bareng Warga meminta pemerintah untuk membatalkan kenaikan PPN yang tertuang dalam Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

“Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membasa dan menyebar ke mana-mana,” pungkasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper