Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tiket Pesawat Mahal Jelang Natal, Kemenpar dan Maskapai Putar Otak Cari Solusi

Kemenpar sebut tiket pesawat mahal menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh perusahaan maskapai seperti Garuda Indonesia (GIAA) dan lain-lain.
Penumpang pesawat berada di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (22/12/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha
Penumpang pesawat berada di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (22/12/2022). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menilai mahalnya harga tiket pesawat menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025 menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh maskapai dalam negeri seperti Garuda Indonesia, Lion Air dan lain sebagainya. 

Direktur Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar, Dwi Marhen Yono mengatakan, keterbatasan armada pesawat dibandingkan jumlah penumpang menjadi salah satu faktor penyebab mahalnya harga tiket pesawat.

Dia menjelaskan, jumlah pesawat yang beroperasi di Indonesia pada periode sebelum pandemi mencapai 700 unit, sedangkan saat ini jumlah pesawat yang beroperasi hanya sekitar 300 unit.

Sementara itu, jumlah penumpang pesawat sudah kembali ke level normal mencapai 120 juta orang, sehingga kapasitas penerbangan Indonesia saat ini belum pulih seperti pra-pandemi Covid-19.

"Untuk menambah pesawat pun, itu kendalanya bukan di uang, tetapi di inden dari perusahaan pabriknya. Jadi maksimal kalau Citilink dengan Garuda tambah per tahun itu hanya 10-15 pesawat. Padahal kekurangan kita sekitar 300 pesawat. Itu yang menjadi PR,” ujar Marhen di JCC Senayan pada Sabtu (16/11/2024).

Lebih lanjut dia mengatakan, selain faktor ketidakseimbangan supply dan demand tersebut, tingginya beban utang perusahaan maskapai juga menjadi penyebab mahalnya harga tiket pesawat.

"Contohnya, ketika TBA [tarif batas atas] Rp2 juta, lalu tarif batas bawahnya Rp1 juta, Garuda pasti ambil yang Rp2 juta. Akhirnya, Lion Group mengambil Rp1,8 juta, saya tanya ‘Kenapa kok tidak Rp1,2 juta?’ Alasannya, karena utangnya sejak pandemi masih banyak, sehingga tidak ada pilihan lagi," terangnya.

Beberapa faktor lainnya yaitu harga avtur yang masih belum kompetitif, serta harga onderdil dan biaya sewa pesawat yang masih mahal. 

Alhasil, dia mengatakan seluruh jajaran kementerian saat ini tengah menyusun formulasi harga tiket pesawat agar menguntungkan semua pihak, baik pelanggan maupun pihak maskapai.

Hal itu juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto agar harga tiket pesawat bisa turun menjelang libur Nataru.

"Jadi, kemarin Pak Presiden mintanya, pokoknya Nataru sudah harus ada penurunan [harga tiket pesawat], bagaimanapun upayanya,” katanya.

Sebagai tambahan informasi, perusahaan maskapai pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) baru saja melakukan pergantian direktur utama melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat (15/11/2024).

Mantan Plt. Direktur Utama PT Lion Air, Wamildan Tsani Panjaitan kini ditunjuk sebagai Direktur Utama GIAA menggantikan Irfan Setiaputra.

“Kami dari Kementerian Pariwisata itu mendukung untuk perbaikan manajemen. Terlepas itu pergantian orang, kita enggak mempunyai masalah. Yang penting bagaimana manajemen Garuda dan Citilink ini kita benahi,” pungkas Marhen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper