Bisnis.com, JAKARTA — Neraca perdagangan barang Indonesia selama Januari hingga Oktober 2024 mencatatkan defisit terdalam dengan China yang mencapai US$9,6 miliar atau sekitar Rp153,27 triliun (kurs Rp15.931 per dolar AS).
Secara umum, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus secara kumulatif senilai US$24,43 miliar. Berasal dari surplus nonmigas senilai US$41,82 miliar, namun terkoreksi dengan adanya defisit dari neraca migas senilai US$17,39 miliar.
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia A. Widyasanti menjelaskan bahwa China menjadi penyumbang defisit baik untuk Oktober 2024 maupun sepanjang tahun ini.
“Defisit terbesar dengan China, didorong komoditas mesin dan peralatan mekanis dan bagiannya [HS 84],” ujarnya dalam konferensi pers, Jumat (15/11/2024).
Indonesia tercatat mengalami importasi barang yang lebih banyak untuk komoditas HS 84 kepada China, sehingga mencatatkan defisit US$13,54 miliar.
Sementara komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS 85) mengalami defisit US$11,6 miliar. Komoditas plastik dan barang dari plastik (HS 39) defisit US$2,6 miliar.
Baca Juga
Sementara per Oktober 2024, surplus neraca dagang tercatat senilai US$2,48 miliar yang berasal dari kinerja ekspor US$24,41 miliar dan impor mencapai US$21,94 miliar.
Khusus pada Oktober 2024, neraca perdagangan Indonesia dengan China mengalami defisit US$765 juta. Kondisi tersebut tertekan oleh komoditas HS 84 yang defisit US$1,47 miliar, HS 85 defisit US$1,08 miliar, dan komoditas kendaraan dan bagiannya (HS 87) defisit US$388 juta.
Adapun, neraca perdagangan Indonesia masih mempertahankan tren surplus bulanan hingga 54 bulan berturut-turut.
Surplus neraca dagang Indonesia per Oktober 2024 itu tercatat turun US$0,75 miliar secara bulanan. Secara persentase, surplus tersebut anjlok 0,76% secara bulanan (month to month/MtM) dan 1% secara tahunan (year on year/YoY).