Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah meyakini bahwa ke depan investor asing akan semakin melirik Indonesia usai calon presiden Amerika Serikat Donald Trump memenangkan ajang Pilpres 2024.
Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Nurul Ichwan menjelaskan, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China akan semakin terasa usai Trump kembali memimpin Negeri Paman Sam.
Ketika pertama kali menjadi presiden AS pada 2017—2021, Trump sudah menaikkan tarif impor sejumlah komoditas strategis dari China yang kini akan semakin naik. Misalnya, tarif impor panel surya dan semikonduktor dari 25% (2018) menjadi 50% (2024) hingga tarif impor mobil listrik dari 25% (2018) menjadi 100% (2024
Selama kampanye, sambung Ichwan, Trump juga kerap menyampaikan rencananya menetapkan blanket tariff sebesar 10—20% untuk semua barang impor ke AS dengan tambahan 60-100% tarif untuk barang asal China.
Oleh sebab itu, dia meyakini perang dagang AS-China tersebut akan membuat investor asing melirik negara lain untuk menanamkan modalnya—terutama negara-negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
"Di tengah perang dagang AS-Tiongkok sejak 2019, Indonesia menerima relokasi dan diversifikasi investasi dari 58 perusahaan senilai US$14,7 miliar yang berasal dari AS, Eropa, dan Asia," ungkap Ichwan kepada Bisnis, Sabtu (9/11/2024).
Baca Juga
Menurutnya, investor asing memang melirik negara-negara Asia Tenggara (Asean) sebagai alternatif dari China. Di Asean, menurutnya, investasi di sejumlah sektor penting seperti semikonduktor dan panel surya semakin meningkat pesat sejak perang dagang AS-China.
Oleh sebab itu, Ichwan menegaskan pemerintah akan coba memanfaatkan perang dagang AS-China yang kemungkinan akan semakin terekskalasi akibat kemenangan Trump.
Dia mengungkapkan, Presiden Prabowo Subianto sudah menekankan ingin meningkatkan daya saing dan iklim investasi di Indonesia terutama di sejumlah sektor prioritas seperti hilirisasi sumber daya alam, berbasis riset dan inovasi, investor berorientasi ekspor, serta sektor pendidikan dan kesehatan.
"Tantangan geoekonomi global menuntut pelaku bisnis dan juga pemerintah untuk lebih adaptif serta memperkuat kerjasama internasional dengan prinsip diplomasi yang kita pegang, bebas dan aktif," jelas Ichwan.