Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Tenggat Permenaker Pengupahan Prabowo, Ini Harapan Buruh dan Pengusaha

Pelaku usaha dan buruh menaruh harapan tinggi terhadap permenaker yang mengatur masalah pengupahan
Afiffah Rahmah Nurdifa, Rika Anggraeni
Selasa, 5 November 2024 | 21:16
Buruh melakukan aksi demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (24/10/2024). Para buruh menuntut UU Cipta Kerja dicabut dan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 8-10%. — Bisnis/Rika Anggraeni.
Buruh melakukan aksi demo di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (24/10/2024). Para buruh menuntut UU Cipta Kerja dicabut dan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 8-10%. — Bisnis/Rika Anggraeni.

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha dan buruh saling menaruh harapan di tengah penetapan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (permenaker) terkait dengan pengupahan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) belum lama ini meminta agar permenaker mengenai UMP 2025 dikeluarkan paling lambat 7 November 2024. 

Pengusaha serat benang yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) meminta agar pemerintah memberikan aturan khusus soal pengupahan di industri padat karya.

Usulan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 8-10% dari kalangan buruh dinilai cukup menantang.

“Saya kira lebih baik jika industri padat karya diberikan aturan tersendiri,” ujar Ketua Umum APSyFI, Redma G. Wiraswasta kepada Bisnis, dikutip Selasa (5/11/2024). 

Terkait usulan kenaikan upah buruh, dia juga meminta serikat pekerja melihat kondisi industri dan meminta masukan anggotanya terutama yang bekerja di padat karya. 

Apalagi, daya beli masyarakat saat ini makin tergerus sehingga mesti tetap dijaga. Menurut dia, daya beli bisa tetap terjaga selama masyarakat bekerja. Dia menilai daya beli dalam posisi tren menurun akibat banyaknya PHK.

“Bagi karyawan kami saat ini prioritasnya adalah tetap bekerja,” ujarnya. 

Dari sisi usaha, dia menuturkan bahwa dunia usaha juga memerlukan kepastian jangka panjang terkait pengupahan sehingga aturan formulasi upah disebut lebih baik ditetapkan dengan formulasi jangka panjang. 

“Jadi tidak setiap tahun kita ribut masalah upah minimum,” imbuhnya. 

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah memberikan stimulus berupa PPh 21 atau potongan atas penghasilan karyawan untuk memulihkan industri padat karya.  

Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto, mengatakan insentif perpajakan bagi pekerja sektor padat karya dapat menjadi angin segar bagi ekonomi nasional karena mendorong peningkatan daya beli masyarakat.

"Kita sudah request sama pemerintah, pada saat kontraksi seperti ini seperti kayak yang lalu [Covid-19], PTKP [Penghasilan Tidak Kena Pajak] ditinggiin atau PPh 21 misalnya dibebaskan," kata Anne. 

Data BPS Dikumpulkan

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan dalam waktu dekat akan menyerahkan data terbaru ke Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) untuk digunakan dalam penyusunan upah minimum provinsi atau UMP 2025. 

Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti menyampaikan, BPS telah mengumpulkan data yang diminta berupa perhitungan Inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

“Tentu data sudah kami kumpulkan dan kami sampaikan yang terbaru tentunya setelah dari rilis ini,” kata Amalia dalam Rilis BPS, Selasa (5/11/2024).

Sebagaimana diketahui, penetapan upah minimum 2025 masih terus digodok oleh Depenas. Depenas yang terdiri atas pemerintah, pengusaha, dan pekerja itu tengah menunggu data dari BPS untuk melakukan simulasi perhitungan upah dengan mempertimbangkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan, dari perhitungan tersebut, pemerintah akan mencoba mencari solusi terbaik bagi semua pihak terkait penetapan upah minimum tersebut. 

Pernyataan tersebut disampaikan Yassierli seiring adanya usulan agar penetapan upah minimum tidak mengacu pada formula yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan.

“Masukan dari buruh kita tampung dan kita pahami itu,” kata Yassierli.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkap alasan di balik tuntutan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 8–10%. 

Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal mengatakan bahwa dalam lima tahun terakhir, buruh merasa dirugikan lantaran tidak adanya kenaikan upah yang signifikan. Menurutnya, kondisi upah yang diterima buruh berbeda dengan pegawai negeri sipil (PNS) dan TNI/Polri yang mendapatkan kenaikan upah yang layak, yakni sebesar 8% per 1 Januari 2024.

“Buruh dalam 5 tahun itu nombok, tidak naik upah. Pegawai negeri saja sudah naik. PNS, TNI, Polri [upah naik] 8%, kita setuju. Tapi kenapa buruh swasta nombok 1,3%?” kata Iqbal.

Iqbal menjelaskan bahwa dalam lima tahun terakhir, upah buruh tidak mengalami kenaikan. Pada tiga tahun pertama, kata dia, upah buruh naik 0% alias tidak naik, sedangkan harga barang mengalami kenaikan sebesar 3%. Lalu, dua tahun berikutnya, upah buruh hanya naik 1,58%. Padahal, lanjut Iqbal, tingkat inflasi berada di angka 2,8%.

“Jadi upah itu tidak naik, nombok 2,8% naik barang, naik upah 1,58%, nombok berarti 1,3%,” tuturnya. 

MK Ubah UU Ciptaker

Sebelumnya MK telah mengubah 21 aturan dalam UU No.6/2023 tentang Cipta Kerja, yang termuat dalam Putusan No.168/PUU-XXI/2023. 

Secara garis besar perubahan tersebut menyangkut tiga hal yaitu tenaga kerja asing, pekerja kontrak, hingga pekerja alih daya. 

Peraturan yang baru mengamanatkan pengesahan tenaga kerja asing menjadi wewenang Menteri Tenaga Kerja, bukan lagi menjadi wewenang pemerintah pusat. Perusahaan juga harus mengutamakan pekerja asal Indonesia untuk jabatan tertentu. 

Kemudian, jangka waktu suatu pekerjaan tertentu tidak lagi ditentukan oleh Perjanjian Kerja. Beleid terbaru menekankan jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 tahun, termasuk jika terjadi perpanjangan. 

Terakhir, pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya.

Adapun alasan MK mengubah pasal tersebut karena mempertimbangkan sinkronisasi pasal di Ciptakter dengan UU no.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang saat ini masih diakui substansinya. Sebagian dari UU Ciptaker menghidupkan lagi UU no.13/2003, yang sebelumnya telah mengalami perubahan, termasuk penentuan upah minimum. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper