Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan tak hanya kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex yang mendapatkan perhatian khusus. Pemerintah menyadari dan masih mencari jalan keluar perbaikan industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Reni Yanita mengatakan, kasus pailit Sritex merupakan sebagian dari kondisi yang tengah dihadapi industri saat ini.
“Sritex itu hanya sebagai case-nya tapi untuk kebijakan besarnya kita belajar dari ini, kebijakan besarnya mungkin bahkan ada mengerucut khusus tentang sandang ke depannya seperti apa,” kata Reni dikutip Selasa (29/10/2024).
Dia menekankan bahwa kondisi serupa dengan Sritex juga dihadapi oleh pelaku industri lainnya. Tekanan industri TPT disebut merupakan dampak dari pelemahan pascapandemi, perang geopolitik global hingga aturan relaksasi impor lewat Permendag 8/2024.
Menurut Reni, saat ini yang paling penting untuk dijaga yaitu tingkat utilitas produksi pabrik yakni dengan mendorong daya beli masyarakat untuk menyerap produk-produk lokal.
“Kita kan harus melihat dulu bareng-bareng, strategi apa nih nggak hanya untuk Sritex tapi untuk industri ke depan,” ujar Reni.
Baca Juga
Untuk diketahui, jauh sebelum kabar pailit Sritex, tak hanya satu atau dua pabrikan tekstil nasional yang tak mampu bertahan hingga memutuskan untuk menutup pabrik dan memicu gelombang PHK tekstil.
Laporan dari Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) setidaknya tercatat sebanyak 15.500 buruh tekstil yang di PHK sejak awal tahun. Gelombang PHK massal diproyeksi masih akan kembali terjadi di sisa 2024.
Presiden KSPN Ristadi mengatakan salah satu pabrik kain di wilayah Marga Asih, Bandung, Jawa Barat, tengah melakukan PHK bertahap.
“Minggu ini saya dapat laporan ada perusahaan yang pekerjanya tersisa 300 pekerja, sebelumnya pabrik ini pekerjanya ribuan dan lakukan PHK bertahap," kata Ristadi kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana menyampaikan, sejak awal 2024 hingga saat ini, sekitar 46.000 pekerja di industri ini di-PHK.
Jumlah pekerja yang di-PHK diperkirakan akan kembali bertambah sebanyak 30.000 pekerja hingga akhir tahun. Dengan demikian, sebanyak 70.000 pekerja di industri tekstil dan garmen dirumahkan sepanjang 2024.
“Akhir Desember ini akan merangkak menjadi 70.000-an, dan this is quite challenging,” terangnya.