Bisnis.com, JAKARTA - Produsen bahan baku obat berharap pemerintahan baru era Prabowo-Gibran serius mendorong kemandirian sektor farmasi di Indonesia.
Terlebih, Prabowo-Gibran sempat berjanji akan memperkuat sistem kesehatan nasional sekaligus kemandirian industri obat dan vaksin, yang secara terang tertuang dalam Asta Cita dan menjadi salah satu dari 17 Program Prioritas yang digaungkan ketika kampanye.
Ketua Asosiasi Biofarmasi dan Bahan Baku Obat (AB3O) FX Sudirman menilai langkah-langkah pemerintah untuk mulai mendukung kemandirian sektor farmasi sebenarnya sudah ada. Namun, regulasi yang efektif dan kebijakan jangka panjang masih perlu diperkuat.
Buktinya, skor Indonesia dalam indeks Global Health Security pada sektor sistem kesehatan yang meliputi ketersediaan obat-obatan dan bahan baku farmasi baru bisa mencapai 50,4 dari 100 poin, menggambarkan bahwa kemandirian sektor farmasi masih banyak tantangan dan jauh dari harapan.
"Salah satunya, kalau memang serius meningkatkan ketahanan sektor farmasi dan kesiapan menghadapi ancaman kesehatan, maka perlu menetapkan obat dan vaksin sebagai barang strategis," jelasnya kepada Bisnis.com, dikutip Sabtu (19/10/2024).
Sudirman menjelaskan bahwa saat ini 100% intermediate material untuk bahan baku obat dan 90% material pendukung dalam industri biofarmasi masih tergantung pada pasokan asing.
Baca Juga
Sementara itu, proses sertifikasi dan regulasi dalam industrial biofarmasi dan bahan baku obat sering kali panjang dan rumit, sehingga menjadi penghambat bagi inovasi. Proses yang lebih efisien dan modernisasi regulasi pun begitu dinantikan para pelaku industri.
"Padahal, kalau melihat India dan China, mereka berangkat dari potensi pasar domestik yang sangat besar, sama seperti di sini. Akhirnya, memungkinkan mereka untuk mendorong produksi dalam skala besar, sekaligus memanfaatkan kemampuan tersebut untuk ekspansi ke pasar global," tambahnya.
Belajar dari kedua negara itu, mereka awalnya sama-sama mendapat dukungan besar dari pemerintah melalui kebijakan yang kondusif, serta adanya subsidi, insentif pajak, dan kemudahaan regulasi untuk mempercepat pengembangan industri farmasi.
Selain itu, keduanya juga secara masif membangun infrastruktur produksi farmasi, serta menciptakan iklim riset dan pengembangan (R&D) yang agresif.