Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Farmasi Tumbuh Pesat, Kok RI Masih Impor Bahan Baku Obat?

Kemenperin mengungkap kinerja pertumbuhan sektor industri farmasi belum sejalan dengan optimalisasi industri bahan baku obat lokal.
Peniliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan uji Lab penemuan obat herbal di Pusat Penelitian Kimia Puspitek, Serpong, Tangerang Selatan. Bisnis
Peniliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan uji Lab penemuan obat herbal di Pusat Penelitian Kimia Puspitek, Serpong, Tangerang Selatan. Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap kinerja pertumbuhan sektor industri farmasi sebesar 32,35% (year-on-year/yoy) pada kuartal I/2024. Hal ini belum sejalan dengan optimalisasi industri bahan baku obat lokal. 

Dari segi investasi dan serapan tenaga kerja, industri farmasi juga meningkat pada 2022-2023. Pada 2022, investasi tumbuh menjadi Rp5,39 triliun dan kembali meningkat menjadi Rp6,40 triliun pada 2023. Jumlah tenaga kerja farmasi tercatat sebanyak 59.698 pada 2023 atau naik dari sebelumnya 57.881 pekerja. 

Dirketur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Emmy Suryandari, mengatakan importasi bahan baku obat masih 90%, kendati pertumbuhan industri farmasi terus mengalami pertumbuhan pesat pascapandemi. 

"Tentunya kami berharap bersama-sama tentu porsi dari 32,35% ini seharusnya juga ikut dinikmati oleh industri bahan baku obat lokal," kata Emmy dalam Seminar Nasional Ketahanan dan Kesinambungan Percepatan Kemandirian Bahan Baku Obat dan Vaksin, Selasa (10/9/2024). 

Dalam catatan Kemenperin, saat ini jumlah industri bahan baku yang memproduksi bahan baku obat sebanyak 20 perusahaan terdiri dari 11% biosimilar, 6% vaksin, dan 83% kimia.

Sementara itu, untuk produk obat jadi telah diproduksi oleh 212 industri yang mencakup 2% biosimilar, 2% vaksin, dan 96% kimia. 

Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, harga bahan baku obat produksi dalam negeri lebih tinggi dari impor. Alhasil, harga produk menjadi lebih mahal, terutama produk yang mengandung komponen bahan baku lebih dari 50%. 

Untuk mengoptimalkan industri bahan baku lokal yang ada saat ini, Kemenperin tengah meninjau ulang aturan threshold atau standar tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk obat menjadi di kisaran 50% dari sebelumnya 25%. 

Hal ini untuk mendukung penyerapan produk obat lokal dengan TKDN 50% melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) oleh pemerintah.

"Tentunya dalam proses review ini akan banyak sekali pertimbangan-pertimbangan yang akan digunakan. Apakah nantinya akan peningkatan nilai treshold dari TKDN atau seperti apa, nah ini kemudian akan kita rumuskan bersama-sama," jelasnya.

Sebelumnya, Asosiasi Biofarmasi dan Bahan Baku Obat (AB3O) meminta pemerintah untuk meningkatkan standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk obat menjadi 52%.

Sekjen Asosiasi Produsen Biofarmasi dan Bahan Baku Obat (AB3O) Irfat Hista mengatakan selama ini 62 molekul bahan baku obat dan vaksin yang memiliki TKDN di atas 52%, tetapi saat ini tender sektoral masih mempergunakan TKDN lebih dari 25% mengacu pada Peraturan Presiden No. 12/2021.

"Kami juga berharap diberlakukannya TKDN lebih dari 52% saat tender sektoral Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah untuk obat dan vaksin," kata Irfat kepada Bisnis. 

Padahal, Irfat menegaskan bahwa seluruh anggota asosiasi telah berpartisipasi memproduksi bahan baku obat baik dari bahan dasar kimia, biologi (biosimilar), vaksin serta juga garam farmasi.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper