Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyoroti relevansi data milik Badan Pusat Statistik (BPS) terkait data inflasi dan deflasi.
Kepala LPEM FEB UI Chaikal Nuryakin menyampaikan pihaknya mempertanyakan soal survei biaya hidup (SBH) milik BPS yang memotret pola komsumsi terkini yang berlaku secara umum di masyarakat.
Menurutnya, bundle atau paket komoditas yang terekam tersebut tidak mencerminkan konsumsi terkini masyarakat Indonesia.
“Masyarakat sekarang banyak sekali digital goods, mereka subscribe Netflix, Dropbox, Cloud, token game, yang saya pikir itu belum dimasukkan dalam survei biaya hidup BPS,” ungkapnya dalam sesi Tanya Peneliti LPEM dalam kanal YouTube LPEM FEB UI, dikutip Jumat (11/10/2024).
Untuk diketahui, paket komoditas adalah sebuah daftar yang memuat sejumlah barang dan jasa (komoditas) yang secara dominan dikonsumsi oleh masyarakat di suatu kabupaten/kota.
Sementara itu, nilai konsumsi adalah akumulasi dari nilai pengeluaran yang dibayarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi terhadap sejumlah komoditas yang ada dalam paket komoditas tersebut.
Baca Juga
Kedua output ini selanjutnya digunakan untuk memperbaharui penyusunan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai dasar penghitungan inflasi di level konsumen.
Melihat laporan SBH BPS Tahun 2022, pengeluaran konsumsi rumah tangga dibagi menjadi dua kelompok besar pengeluaran, yaitu pengeluaran untuk makanan, minuman, dan tembakau, serta pengeluaran untuk selain makanan, minuman, dan tembakau.
Untuk subkelompok Layanan Informasi dan Komunikasi, tidak semua daerah merekam komoditas Biaya Berlangganan Konten Online. Utamanya yang terekam adalah tarif Telepon dan Tarif Pulsa Ponsel.
Maka dari itu, Chaikal menyampaikan deflasi yang terjadi selama lima bulan terakhir tidak dapat mencerminkan penurunan daya beli masyarakat.
Terlebih, deflasi yang terjadi utamanya pada komponen harga bergejolak atau volatile food (VF).
“Daya beli kelas menengah yang menurun seharusya akan lebih terlihat di inflasi inti,” lanjutnya.
Adapun, BPS mencatat IHK pada September 2024 sebesar -0,12% (month to month/MtM) dan sebesar 1,82% secara tahunan atau year on year (YoY).
Hal ini menunjukkan deflasi untuk lima bulan berturut-turut setelah IHK mulai mencatatkan deflasi bulanan sejak Mei 2024.