Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LPEM UI Sebut Tak Ada Indikasi Daya Beli Menurun dari Deflasi 5 Bulan Beruntun

LPEM FEB UI mengatakan pada dasarnya penurunan daya beli masyarakat terekam pada komponen inflasi inti.
Aktivitas jual beli kebutuhan pokok di Pasar Minggu. Bisnis/Nurul Hidayat
Aktivitas jual beli kebutuhan pokok di Pasar Minggu. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) tidak melihat adanya indikasi penurunan daya beli dari tren deflasi lima bulan berturut-turut. 

Kepala LPEM FEB UI Chaikal Nuryakin menyampaikan pada dasarnya penurunan daya beli masyarakat terekam pada komponen inflasi inti. 

“Saya mungkin tidak berpihak pada pendapat ini [deflasi menunjukkan penurunan daya beli]. Daya beli menurun harus ditunjukkan oleh inflasi inti,” ungkapnya pada sesi Tanya Peneliti LPEM dalam kanal YouTube LPEM FEB UI, dikutip Jumat (11/10/2024). 

Chaikal menyampaikan saat ini komponen tersebut masih menjadi acuan untuk menyimpulkan kondisi daya beli, meski dalam komponen inflasi inti, terdapat komoditas emas yang harganya cenderung terus mengalami kenaikan dan mendorong terjadinya inflasi. 

Sebagai lembaga penyelidikan, Chaikal menyampaikan LPEM telah menelusuri musabab deflasi tersebut. Indeks Harga Konsumen (IHK) pada dasarnya memiliki tiga komponen, yakni inflasi inti, harga diatur pemerintah/administered price, dan harga bergejolak atau volatilfe food. 

Nyatanya, deflasi beruntun disebabkan oleh penurunan harga barang-barang bergejolak atau volatile food(VF), seperti bawang, cabai, ikan, telur, daging, dan sebagainya. 

“Inflasi inti tetap meningkat sekitar 1,8% – 2%. Inti tetap mengalmi inflasi, yang sebenarnya juga tidak terlihat adanya penurunan daya beli. Meksipun beberapa pengamat mengatakan inflasi inti bias karena ada harga emas,” jelasnya. 

Chaikal menjelaskan, pasokan dan permintaan atau supply dan demand sangat mempengaruhi inflasi maupun deflasi. 

Di mana pasokan VF atau bahan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi musim. Seperti halnya waktu panen raya beras yang terjadi pada kuartal pertama hingga kedua, sehingga pasokan akan melimpah dan harga cenderung turun. 

Sementara pada musim Ramadan, Lebaran, liburan, maupun Natal, permintaan akan meningkat. 

Normalnya, VF memang bersifat naik turun dan Chaikal menyebutnya sebagai mean reversion. Harga bergejolak akan mengalami inflasi 2-3 bulan, kemudian akan deflasi 2-3 bulan berikutnya. 

Untuk pertama kalinya sejak 1999 terjadi deflasi berkepanjangan, Chaikal melihat masih perlu penelusuran lebih lanjut penyebab lainnya terjadi deflasi.  

“Apakah memang terjadi penurunan biaya logistik? Biaya produksi yang menurun? Kami belum memastikan apakah benar-benar terjadi hal tersebut,” tuturnya. 

Boleh jadi, katanya, bencana alam yang lebih minim terjadi pada tahun ini seperti banjir maupun kekeringan, mendorong deflasi barang-barang bergejolak.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper