Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inflasi AS September 2024 Diprediksi Melambat, The Fed Diyakini Tetap Pangkas Suku Bunga Acuan

Ekonom memperkirakan penurunan suku bunga acuan The Fed sebesar 25 basis poin terjadi pada bulan November 2024.
Bagian luar Gedung Dewan Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, 14 Juni 2022./REUTERS-Sarah Silbiger
Bagian luar Gedung Dewan Federal Reserve Marriner S. Eccles di Washington, D.C., AS, 14 Juni 2022./REUTERS-Sarah Silbiger

Bisnis.com, JAKARTA – Inflasi atau indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) Amerika Serikat (AS) pada September 2024 diprediksi melambat meskipun sejumlah produk seperti mobil bekas mengalami kenaikan.

Mengutip Bloomberg pada Kamis (10/10/2024), estimasi median dalam survei ekonom Bloomberg menunjukkan inflasi diproyeksikan naik sebesar 0,1% pada September 2024. Sementara itu tingkat inflasi inti yang tidak termasuk komponen makanan dan energi kemungkinan naik sekitar 0,2%. Dalam kedua proyeksi tersebut, laju kenaikan bulanan akan cenderung melambat dibandingkan dengan perolehan Agustus lalu.

Sementara itu, secara tahunan, inflasi keseluruhan berada pada level 2,3%, laju paling lambat sejak awal 2021. Kemudian, inflasi inti diperkirakan menunjukkan peningkatan tahunan sebesar 3,2% untuk bulan kedua.

Jika angka-angka tersebut sesuai dengan konsensus, maka inflasi dapat diabaikan oleh Federal Reserve (The Fed) dalam rapat November 2024 untuk menentukan arah suku bunga acuan dari bank sentral.

“Bahkan jika CPI inti memberikan kejutan positif, kami tidak berpikir laporan bulan September akan mengubah pandangan FOMC bahwa inflasi sedang tren menurun,” kata Anna Wong, Kepala Ekonom AS untuk Bloomberg Economics.

Wong memperkirakan penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan November akan mengikuti penurunan setengah poin yang dilakukan oleh Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) bulan lalu.

Harga Barang

Sebagian besar ekonom memperkirakan kenaikan harga mobil bekas setelah beberapa bulan mengalami penurunan. Hal ini akan memberikan tekanan pada barang-barang inti, yang telah mencatatkan penurunan harga dalam 14 dari 15 bulan terakhir.

Ke depannya, harga pengiriman peti kemas yang lebih tinggi kemungkinan akan berdampak pada kategori tersebut, menurut ekonom di Pantheon Macroeconomics.

“Biaya pengiriman masuk ke CPI dengan jeda – setidaknya enam bulan. Oleh karena itu, dalam beberapa bulan mendatang, dampak kenaikan tarif angkutan peti kemas yang hampir dua kali lipat pada awal tahun ini mungkin akan berdampak pada harga barang inti CPI,” tulis Samuel Tombs dan Oliver Allen pada hari Selasa.

Kenaikan harga kendaraan bekas akan menjadi berita buruk bagi konsumen – terutama jika dikombinasikan dengan tingginya inflasi asuransi mobil.  Namun, hal ini tidak akan berdampak besar pada metrik inflasi yang disukai The Fed, yaitu indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi atau Personal Consumption Expenditure (PCE). Indeks tersebut cenderung mendekati target The Fed sebesar 2%.

“Mobil bekas memiliki bobot PCE inti yang lebih rendah dan oleh karena itu, akselerasinya berdampak lebih rendah pada PCE. Mobil bekas mewakili sekitar 2% dari keranjang CPI, sedangkan mereka menyumbang 1,2% dari keranjang PCE,” jelas ekonom Morgan Stanley yang dipimpin oleh Diego Anzoategui minggu lalu.

Selanjutnya para ekonom mengatakan risiko kenaikan inflasi lainnya berasal dari upah, yang merupakan penggerak utama belanja konsumen. Pendapatan riil tahunan naik paling tinggi dalam satu tahun di bulan Agustus. 

Ke depannya, mungkin akan ada lebih banyak tekanan di masa depan setelah hampir 50.000 pekerja pelabuhan menegosiasikan kenaikan gaji yang cukup besar dan 33.000 Boeing Co. saat ini sedang mogok kerja untuk melakukan tawar-menawar. 

“Berlanjutnya penguatan upah akan menjadi risiko kenaikan inflasi, terutama di sektor jasa seperti layanan kesehatan,” tulis ekonom Citigroup Inc. Veronica Clark dan Andrew Hollenhorst dalam sebuah catatan pada Selasa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper