Bisnis.com, JAKARTA - Presiden terpilin Prabowo Subianto berjanji akan mewujudkan swasembada pangan di Indonesia pada 2028. Menurutnya, negara harus mampu memastikan rakyatnya sejahtera, salah satunya melalui pemenuhan kebutuhan pangan.
"Suatu bangsa harus bisa memproduksi, dan memberi makan ke rakyatnya. Bangsa mau merdeka tidak boleh tergantung pada impor pangan. Saya bertekad untuk swasembada pangan," ujarnya dalam pidato di acara Investor Daily Summit 2024, dikutip dari YouTube KompasTV, Rabu (9/10/2024).
Prabowo mengatakan bahwa Indonesia tidak boleh bergantung pada impor pangan agar tidak terlalu terdampak pada krisis jika terjadi.
"Kita harus swasembada pangan dan saya yakin dan percaya kita akan swasembada pangan paling lambat 4 tahun setelah saya menerima mandat pada 4 Oktober [2024]," tegasnya.
Namun, optimisme Prabowo dalam menggapai swasembada pangan di Indonesia harus diiringi kerja keras seluruh pihak terkait.
Perusahaan Umum (Perum) Bulog mengungkap sejumlah tantangan yang dihadapi pemerintah dalam upaya membawa Indonesia menjadi negara swasembada pangan.
Baca Juga
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Bulog, Sonya Mamoriska, mengungkap setidaknya terdapat 3 tantangan utama yang perlu untuk diantisipasi dengan baik oleh pemerintah.
Sonya menegaskan, salah satu tantangan yang paling mendesak untuk diuraikan yakni berkenaan dengan memburuknya kualitas iklim yang mengganggu sistem pertanian nasional hingga global.
“Perubahan iklim dan pola cuaca yang tidak dapat diprediksi, meningkatnya suhu dan cuaca ekstrem di Kanada seperti banjir dan kekeringan memengaruhi hasil panen padi di seluruh dunia,” kata Sonya dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Bali, Kamis (19/9/2024).
Lebih terperinci, Sonya menjelaskan bahwa selain faktor lingkungan, industri padi juga saat ini tengah bergulat dengan masalah perangkap biologis. Mulai dari hama, penyakit, hingga gulma yang semakin umum dan sulit dikelola.
Alhasil, hal itu membuat beban biaya operasional para petani semakin membengkak hingga berdampak pada terkereknya harga jual beras nasional.
“Petani saat ini menghadapi kompleksitas perubahan iklim, tekanan ekonomi yang semakin meningkat, volatilitas pasar, pembatasan perdagangan, dan meningkatnya biaya input seperti pupuk dan energi, yang membuat petani semakin sulit untung,” tegasnya.
Kemudian, konflik geopolitik di sejumlah negara Timur Tengah juga dipercaya memiliki andil besar pada stabilitas pasokan beras baik nasional maupun global akibat tersendatnya penyaluran produk.
Akhirnya, kelangkaan beras dapat memantik persoalan kerawanan ketahanan pangan yang jauh lebih serius bila tak segera ditangani.