Bisnis.com, JAKARTA - Avtur menjadi sorotan karena kerap disebut sebagai biang kerok harga tiket pesawat mahal. Sejumlah pihak bahkan menyebut tingginya harga avtur tak lepas dari distribusi yang tertutup alias monopoli. Lantas, benarkah avtur menjadi biang kerok harga tiket pesawat sulit turun?
Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, memaparkan hasil studi yang menemukan bahwa rata-rata porsi biaya avtur dalam komponen harga tiket pesawat antara 20% hingga 40%.
Menurutnya, studi tersebut menggambarkan bahwa terdapat sekitar 60% sampai dengan 80% komponen biaya penerbangan yang lain di luar biaya avtur.
"Karena itu, upaya menurunkan harga tiket pesawat hanya dengan berfokus pada harga avtur, dapat menghasilkan kebijakan yang tidak proporsional," kata Komaidi melalui keterangannya dikutip Selasa (8/10/2024).
Dia memaparkan porsi biaya avtur terhadap total biaya penerbangan sejumlah maskapai seperti Garuda Indonesia, Thai Airlines, Singapore Airlines, Qatar Airways, dan Emirates pada 2019 masing-masing dilaporkan sekitar 27%, 27%, 29%, 36%, dan 32%.
Pada 2023, porsi biaya avtur dalam komposisi biaya penerbangan kelima maskapai tersebut meningkat menjadi masing-masing 36%, 39%, 31%, 41%, dan 36%. Komaidi mengatakan peningkatan itu salah satunya karena rata-rata harga minyak dunia pada periode tersebut naik sekitar 30%.
Baca Juga
Harga minyak jenis BRENT tercatat meningkat dari US$64,30 per barel pada 2019 menjadi US$82,49 per barel pada 2023. Sementara harga minyak jenis WTI meningkat dari US$56,99 per barel pada 2019 menjadi US$77,58 per barel pada 2023.
"Kesimpulan yang menyebut bahwa tingginya harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik akibat mahalnya harga avtur, kiranya perlu ditinjau kembali," kata Komaidi.
Apalagi, sambung Komaidi, berdasarkan ketentuan Permenhub No.20/2019, komponen tarif atau harga tiket pesawat yang harus dibayar oleh konsumen meliputi empat aspek. Keempat aspek itu yakni tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan (surcharge).
Adapun tarif jarak yang harus dibayar konsumen terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung meliputi biaya operasi langsung tetap dan biaya operasi langsung variable.
Biaya operasi langsung tetap yang dimaksud dalam Permenhub No.20/2019 meliputi biaya penyusutan atau sewa pesawat, biaya asuransi, biaya gaji tetap crew, biaya gaji tetap teknisi, biaya crew dan teknisi training.
Sementara, biaya operasi langsung variable meliputi biaya pelumas, biaya bahan bakar minyak (avtur), biaya tunjangan crew, biaya overhaul atau pemeliharaan, biaya jasa kebandarudaraan, biaya jasa navigasi penerbangan, biaya jasa ground handling penerbangan, dan biaya katering penerbangan.
Berdasarkan ketentuan Permenhub No.20/2019 itu, dalam harga tiket pesawat yang dibayar oleh konsumen adalah untuk membayar sekitar 16 komponen biaya maskapai termasuk pajak, asuransi, dan surcharge di atas.
"Karena itu, peningkatan harga tiket pesawat tidak hanya terkait dengan harga avtur, tetapi juga ditentukan oleh 15 komponen biaya yang lainnya," ucap Komaidi.
Pemerintah belakangan berencana menurunkan harga tiket pesawat domestik dalam waktu dekat, dengan berfokus pada komponen pembentuk harga tiket, termasuk harga avtur dan suku cadang.
Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo Manuhutu, menyampaikan saat ini satgas penurunan harga tiket pesawat mengidentifikasi adanya sejumlah elemen yang berkontribusi pada tingginya harga tiket.
"Kita sekarang sedang menyisir satu per satu komponen yang membuat harga tiket tinggi, salah satunya adalah double tax, pertama pajak tiket, kemudian pajak bahan bakar," kata Odo dalam konferensi pers DIATF 2024, dikutip dari laman youtube Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rabu (25/9/2024).
Odo mengatakan langkah ini diharapkan dapat menurunkan harga tiket pesawat domestik beberapa persen, sehingga menjadi lebih kompetitif dengan negara-negara tetangga. Upaya ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memastikan harga tiket pesawat di Indonesia tetap kompetitif di pasar internasional. (Mochammad Ryan Hidayatullah)