Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) memastikan kemampuan membayar utang korporasi dan rumah tangga tetap terjaga hingga semester pertama 2024 di tengah ketidakpastian global.
BI menyebutkan bahwa depresiasi nilai tukar rupiah dan kenaikan suku bunga mempengaruhi kinerja dan kemampuan bayar korporasi. Hal ini tecermin dari event analysis data 2010-2024, bahwa kinerja penjualan dan belanja modal (capital expenditure/capex) korporasi mengalami perlambatan pada periode terjadinya depresiasi nilai tukar dan kenaikan suku bunga.
Perlambatan penjualan pada periode tersebut menyebabkan penurunan profit margin yang menurunkan kemampuan bayar korporasi, sebagaimana ditunjukkan oleh indikator interest coverage ratio (ICR) yang menurun.
Namun demikian, BI menyatakan bahwa kemampuan bayar korporasi pada semester I/2024 relatif lebih kuat dibandingkan dengan periode pelemahan nilai tukar dan kenaikan suku bunga pada periode 2013-2015 dan 2018-2019.
Kondisi ini pun tecemin dari penurunan nilai ICR yang lebih landai dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya.
“Kondisi tersebut menunjukkan kemampuan korporasi dalam memitigasi dampak pelemahan nilai tukar dan kenaikan suku bunga semakin baik dari waktu ke waktu,” tulis BI dalam Buku Kajian Stabilitas Keuangan No. 43, dikutip Minggu (6/10/2024).
BI mencatat risiko kredit dari korporasi tanpa ekspor atau ekspor rendah dan impor tinggi masih juga terjaga di tengah pelemahan nilai tukar dan kenaikan suku bunga.
Sejalan dengan itu, dampak dari kenaikan suku bunga juga relatif terbatas terhadap kemampuan bayar rumah tangga.
Berdasarkan analisis data historis BI, kenaikan BI Rate dari 4,50% menjadi 6,50% pada periode terjadinya Taper Tantrum, menyebabkan kenaikan suku bunga kredit baru rumah tangga, serta peningkatan debt service ratio (DSR) rumah tangga.
Kondisi perekonomian domestik yang relatif stabil dinilai membantu memoderasi dampak kenaikan suku bunga terhadap penurunan kemampuan bayar rumah tangga.