Bisnis.com, JAKARTA – Industri baja lokal tengah bersiap menghadapi oversupply atau kelebihan pasokan baja dari China. Peran pemerintah dinantikan untuk melindungi daya saing dan iklim usaha industri dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI), Nicolas Kesuma mengatakan tantangan terberat yang tengah diantisipasi yakni harga jual produk impor asal China yang lebih murah dibandingkan produk baja lokal.
“Dampak oversupply tentu sangat membahayakan industri dalam negeri. Kemungkinan besar dumping pasti terjadi dalam kondisi tersebut,” kata Nicolas kepada Bisnis, Kamis (3/10/2024).
Pihaknya tengah mengupayakan untuk membuat spesifikasi teknis sehingga produksi baja yang diperdagangkan di pasar memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib dan sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) untuk produk jadi.
Selain itu, pelaku industri juga melalui beberapa asosiasi terus berkomunikasi dengan pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Kendati belum tampak ada kebijakan lebih lanjut.
Dari laporan The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) ekspor baja China mencapai 90,3 juta ton pada 2023 atau meningkat 36,2% dari tahun sebelumnya dan diperkirakan mengalami kenaikan tahun ini.
Baca Juga
Negara tujuan ekspor baja China yaitu Korea Selatan, Vietnam, Uni Eropa, dan Indonesia. Kendati demikian, negara-negara tersebut telah menerapkan sejumlah restriksi perdagangan untuk menghalau masuknya produk impor asal China.
Misalnya, Korea Selatan saat jni sedang mengajukan kasus antidumping untuk melawan impor China. Pasalnya, awal tahun ini impor baja China ke Korea naik 1,3% menjadi 3,15 juta ton dengan harga yang 10%-20% lebih murah dibandingkan produksi lokal.
Uni Eropa juga mengamankan industri baja negara nya dengan menerapkan instrumen perlindungan sepertj Tariff Rate Quota sebesar 25% dan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM).
Selain itu, Amerika Serikat juga baru-baru ini menerapkan kenaikan tarif impor baja dari China sebesar 25% dari sebelumnya 0-7,5%.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan pihaknya telah mencermati adanya oversupply produk manufaktur dari China, termasuk baja.
Kendati demikian, Febri tidak menerangkan lebih lanjut kebijakan apa yang tengah dipersiapkan pemerintah. Namun, untuk melindungi industri dalam negeri diperlukan kolaborasi dengan Kementerian/Lembaga terkait.
“Tentu juga kita berharap oversuplay disana tidak menjadi beban bagi industri dalam negeri. Tapi posisi Kemenperin untuk melindungi industri dalam negeri sehingga bisa berdaya saing yang tinggi baik di pasar domestik dan global,” ujar Febri.
Di sisi lain, Ketua Komite Antidumping Indonesia (KADI) Prasta Danial juga mengakui perlindungan melalui instrumen antidumping telah dilakukan oleh sejumlah negara.
“Ketika suatu negara menerapkan antidumping terhadap negara lain yang melakukan dumping, negara pengekspor cenderung beralih ke negara yang pengenaan antidumping nya tidak seketat itu,” kata Danang, dikutip Kamis (3/10/2024).
Namun, pihaknya berkomitmen untuk berkontribusi dan memprioritaskan perlindungan terhadap industri manufaktur dalam negeri, termasuk baja.