Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ironi Indonesia: Harta Orang Kaya Berlipat Ganda, Rakyat Biasa Ambil Hikmahnya

Ketimpangan ekonomi yang kentara tergambar dari lonjakan pendapatan tiga orang terkaya Indonesia hingga 174%, sedangkan upah pekerja hanya naik 15%.
Surya Dua Artha Simanjuntak, Wibi Pangestu Pratama
Jumat, 27 September 2024 | 10:35
Warga beraktivitas di pemukiman kawasan Menteng Pulo, Jakarta, Senin (11/9/2023). / Bisnis-Arief Hermawan P
Warga beraktivitas di pemukiman kawasan Menteng Pulo, Jakarta, Senin (11/9/2023). / Bisnis-Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Bak langit dan bumi, kenaikan pendapatan antara orang-orang terkaya di Indonesia dengan masyarakat umum semakin timpang.

Hal itu terekam dalam Laporan Ketimpangan Ekonomi Indonesia 2024: Pesawat Jet untuk Si Kaya, Sepeda untuk Si Miskin yang dirilis Center of Economic and Law Studies (Celios).

Celios menjelaskan bahwa dalam beberapa dekade terakhir Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi di sana terhampar ketimpangan ekonomi yang semakin dalam. Kondisi itu di antaranya tergambar dari laju peningkatan pendapatan maupun harta kekayaan.

Berdasarkan riset Celios, sejak 2020 pendapatan tiga orang terkaya di Indonesia telah melesat naik lebih dari tiga kali lipat. Di sisi lain, upah pekerja hanya naik 15% dalam periode tersebut.

"Pekerja perlu bertahan lebih keras seiring pertumbuhan upah yang hanya naik 15% ketika tiga triliuner teratas justru mengalami lonjakan kekayaan 174%," tertulis dalam laporan Celios, dikutip pada Jumat (27/9/2024).

Celios merujuk pada daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes dan daftar kekayaan para menteri di kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Analisis juga dilakukan terhadap data kuantitatif yang mencakup distribusi pendapatan, distribusi kekayaan, indeks gini, tingkat kemiskinan, dan indikator ekonomi lainnya.

Temuan itu menggambarkan bahwa sebagian besar kekayaan dan kesempatan seringkali terkonsentrasi di tangan sekelompok orang kaya, dengan akses dan privilese lebih besar, sehingga mampu memperkaya diri jutaan kali lebih banyak.

"Mereka mendapatkan keuntungan dari kebijakan, investasi, dan peluang yang tidak tersedia bagi masyarakat kelas bawah," tertulis dalam laporan itu.

Celios juga memberikan analogi ketimpangan itu, yakni gabungan harta 50 orang terkaya bisa membayar seluruh gaji pekerja di Indonesia selama satu tahun. Dari sisi nilai pun kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan kekayaan 50 juta masyarakat pada umumnya.

Ketimpangan juga tergambar dari kesejahteraan guru honorer, yang menjadi potret kerentanan pekerja di sektor layanan dasar. Padahal, guru merupakan sosok penting untuk memajukan kualitas sumber daya manusia (SDM), juga untuk memenuhi jargon Indonesia Emas 2045.

Total kekayaan 50 triliuner atau 50 orang terkaya di Indonesia. / dok. Celios
Total kekayaan 50 triliuner atau 50 orang terkaya di Indonesia. / dok. Celios

Celios, yang mengutip riset Institute for Demographic and Poverty Studies, melaporkan bahwa terdapat 74,3% guru honorer berpenghasilan di bawah Rp2 juta. Bahkan, 46,9% atau hampir separuh guru honorer di Indonesia berpenghasilan di bawah Rp1 juta.

Ketimpangan itu juga, menurut Celios, mestinya mendorong pemerintah untuk lebih optimal mengenakan pajak kepada orang-orang super kaya. Pasalnya, kelompok tersebut memiliki kemampuan dan peluang untuk melakukan penghindaran pajak.

Terdapat potensi pajak kekayaan hingga Rp81,6 triliun dari 50 orang terkaya di Indonesia. Berdasarkan perhitungan Celios, pajak itu dapat digunakan untuk membiayai 15,1 juta orang untuk program makan bergizi gratis selama setahun, membangun 339.836 rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), hingga untuk restorasi 3,2 juta hektare hutan bakau.

Hal serupa juga dapat dikenakan pajak pejabat publik atau para pembantu Jokowi. Berdasarkan catatan Celios, total kekayaan para menteri mencapai Rp24,52 triliun per Februari 2024. Potensi pajak kekayaan dari para menteri Jokowi itu mencapai Rp490,35 miliar.

Rekomendasi Kebijakan Atasi Ketimpangan

Celios pun merekomendasikan setidaknya lima kebijakan praktis agar ketimpangan tersebut tidak semakin parah. Pertama, pembatasan penghindaran dan pengampunan pajak pada individu atau perusahaan super kaya (tax amnesty dan family office).

Kedua, transparansi data dan pelaporan pajak perusahaan multinasional. Ketiga, pengungkapan pemilik sebenarnya (beneficial ownership) semua perusahaan, yayasan, dan entitas menuju pembuatan pendaftaran aset global.

Keempat, kerja sama internasional pengungkapan pajak. Kelima, pengurangan konsentrasi kepemilikan saham perusahaan sentralistis pada segelintir orang, baik dengan konsep koperasi, konsep melibatkan karyawan dalam dewan (BOD) perusahaan, memberikan sebagian saham untuk misi sosial dan lingkungan, dan transisi perusahaan menuju lebih demokratis atau dimiliki bersama (coopetition).

Director of Fiscal Justice Celios Media Wahyudi Askar pun tidak menampik bahwa perekonomian Indonesia telah tumbuh pesat dalam beberapa dekade terakhir. Kendati demikian, sejalan dengan itu ketimpangan ekonomi juga semakin dalam.

"Pengukuran yang terlalu berfokus pada angka-angka makroekonomi sering kali melupakan makna hakiki dari pembangunan, yaitu memastikan bahwa manfaat dari pertumbuhan ekonomi benar-benar menyentuh seluruh lapisan masyarakat," jelas Media dalam laporan Celios, dikutip pada Jumat (27/9/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper