Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi ekonomi dan politik global masih cenderung tidak pasti pascapemangkasan suku bunga yang dilakukan oleh bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, sentimen positif perekonomian global muncul dari keputusan The Fed memangkas Fed Fund Rate (FFR) sebesar 50 basis poin peada pekan lalu. Menurutnya, pemangkasan suku bunga tersebut telah lama dinanti oleh pelaku pasar dan realisasinya membawa angin segar terhadap perekonomian global.
Dia menuturkan, langkah The Fed ini memunculkan keyakinan pasar bahwa perekonomian AS tidak akan mengalami pelemahan secara drastis.
“Kebijakan The Fed memunculkan sebuah kepercayaan bahwa perekonomian AS akan mengalami soft landing, artinya penurunan dari inflasi tidak harus diikuti dengan pelemahan ekonomi secara drastis. Sehingga, penurunan dari inflasi akan diiringi oleh pertumbuhan ekonomi yang relatif mungkin mengalami sedikit softening tapi tidak crash,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa secara daring, Senin (23/9/2024).
Di sisi lain, kondisi perekonomian di daerah lain seperti Uni Eropa belum menunjukkan perkembangan yang positif. Sri Mulyani memaparkan, pertumbuhan ekonomi kawasan Uni Eropa masih relatif stagnan, tepatnya pada level 0,6% pada kuartal II/2024.
Sementara itu, laju inflasi sudah menurun ke 2,2% pada periode Agustus 2024 dibandingkan tahun lalu. Di sisi lain, tingkat inflasi jasa Uni Eropa masih terbilang tinggi, yakni pada 4,1% pada Agustus 2024.
Baca Juga
Kondisi perekonomian global juga semakin diperberat oleh keadaan China yang masih menghadapi sejumlah tantangan. Sri Mulyani menuturkan, beberapa langkah yang dilakukan oleh pemerintah China untuk mendorong kembali ekonominya masih belum memberikan hasil positif.
“Sehingga ekspektasi dari pertumbuhan ekonomi China akan terus berada di bawah 5%, hingga saat ini ada di 4,7% pada kuartal II/2024,” jelasnya.
Selain itu, tingkat konsumsi domestik Negeri Panda juga masih terbilang lemah. Hal tersebut terlihat dari tingkat inflasi yang masih berada di level 0,6% yang juga ditambah dengan krisis pada sektor properti yang masih berlanjut.
Dari sisi geopolitik, Sri Mulyani menilai eskalasi konflik di berbagai wilayah menjadi faktor yang harus terus dicermati. Dia mengatakan, konflik Rusia-Ukraina, Israel-Hizbullah di Lebanon, serta perang di Sudan berisiko semakin menambah ketidakpastian perekonomian global.
“Jadi overall dari sisi perekonomian global ada kabar baik, paling tidak dari Fed Fund Rate dan (pertumbuhan ekonomi) AS yang diperkirakan soft landing. Tetapi, dari negara-negara lain masih relatif adanya pertumbuhan yang stagnan dan dari sisi geopolitik eskalasi dari risiko masih sangat tinggi,” jelas Sri Mulyani.