Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo melihat peluang penurunan Fed Fund Rate (FFR) oleh The Fed yang lebih cepat. Hal tersebut sejalan dengan meredanya ketidakpastian kebijakan moneter di negara maju.
Perry menyampaikan peluang tersebut juga terbuka lebar seiring dengan menurunnya tekanan inflasi global. Sebagaimana di Amerika Serikat, inflasi diperkirakan akan semakin mendekati sasaran jangka menengah sebesar 2% di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya angka pengangguran.
"Perkembangan ini mendorong prospek penurunan FFR yang lebih cepat dan lebih besar dari perkiraan semula," ungkapnya dalam pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (18/9/2024).
Pada bulan lalu, Perry meramalkan The Fed akan melakukan pemangkasan FFR sebanyak dua kali pada tahun ini yang masing-masing sebesar 25 basis poin (bps). Artinya, terdapat potensi pemangkasan lebih dari 50 basis poin pada tahun ini.
Sejalan dengan itu, Perry meyampaikan kinerja imbal hasil atau yield UST tenor 2 tahun menurun lebih besar. Sehingga saat ini menjadi lebih rendah dari yield UST tenor 10 tahun.
Pada waktu yang sama, indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang negara utama atau DXY, juga melemah.
Baca Juga
Selagi menunggu The Fed melakukan pemangkasan, bank-bank sentral di negara-negara lain telah lebih dahulu mengambil langkah penurunan suku bunga kebijakan moneter.
Seperti halnya di kawasan eropa, European Central Bank, telah menurunkan suku bunga sejalan dengan inflasi yang menurun ke arah sasaran jangka menengahnya yaitu sebesar 2%.
Di Asia, salah satunya People Bank of China juga telah menurunkan suku bunga sejalan dengan inflasi yang rendah dan permintaan domestik yang masih lemah.
Berbagai perkembangan ini mendorong semakin meredanya ketidakpastian pasar keuangan global dan meningkatkan aliran modal asing ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
"Ke depan, kejelasan arah penurunan suku bunga negara maju khususnya AS diperkirakan akan semakin mendorong aliran masuk modal asing dan memperkuat stabilitas eksternal negara-negara berkembang termasuk Indonesia," lanjut Perry.
Alhasil, perkembangan ini diyakini akan mendukung kebijakan ekonomi negara berkembang untuk tujuan ekonomi domestiknya dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi di negara masing-masing.