Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Beban Penyangga Energi hingga Kencangnya Tren Paylater

Dengan mengatur penyediaan cadangan penyangga energi, pemerintah memastikan ketersediaan energi yang stabil dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Pilihan berita analisis Bisnisindonesia.ic - Foto Canva
Pilihan berita analisis Bisnisindonesia.ic - Foto Canva

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia kian serius dalam upaya memperkuat ketahanan energi nasional. Dengan mengatur penyediaan cadangan penyangga energi (CPE) secara resmi, pemerintah memastikan ketersediaan energi yang stabil dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Berita bertajuk Beban Berganda Penyangga Energi menjadi salah satu kabar pilihan editor BisnisIndonesia.id.

Selain berita tersebut, sejumlah sajian menarik lainnya turut terhidang dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.

Berikut ini sorotan utama Bisnisindonesia.id, Kamis (12/9/2024):

1. Beban Berganda Penyangga Energi

Pemerintah Indonesia kian serius dalam upaya memperkuat ketahanan energi nasional. Dengan mengatur penyediaan cadangan penyangga energi (CPE) secara resmi, pemerintah memastikan ketersediaan energi yang stabil dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Melalui Peraturan Presiden No. 96/2024 tentang Cadangan Penyangga Energi, pemerintah menetapkan CDE untuk bahan bakar minyak jenis bensin (gasoline), gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG), dan minyak bumi (minyak mentah) setidaknya hingga 2035 nanti.

Berdasarkan Pasal 6 Perpres No. 96/2024 tersebut, jumlah CPE untuk jenis bensin ditentukan sebesar 9,64 juta barel, elpiji sejumlah 525.780 metrik ton, dan minyak bumi sebesar 10,17 juta barel.

Hanya saja, untuk memenuhi ketersediaan cadangan penyangga energi secara nasional juga bukan perkara mudah. Dibutuhkan investasi yang tidak sedikit terutama untuk membangun fasilitas penyimpanan energi.

Selain itu, sebagian besar pemenuhan CPE hingga 2035 tersebut juga akan dipenuhi oleh impor mengingat produksi yang ada sudah terserap sepenuhnya untuk kebutuhan di dalam negeri.

“[CPE] bisa dalam negeri, bisa impor, tetapi mayoritas hitungan kami adalah impor,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto saat ditemui, Rabu (11/9/2024).

2. Pasang Surut Pengaturan BBM Bersubsidi

Sinyal yang diberikan pemerintah untuk memperketat kriteria penerima bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi agar lebih tepat sasaran masih menjadi polemik. Sejumlah hal mencuat terutama menyangkut daya beli masyarakat.

Di satu sisi, penyediaan dan pendistribusian BBM subsidi yang tepat sasaran dinilai menjadi penting agar tidak terus-menerus membebani anggaran negara. Pemerintah juga diminta mempertimbangkan daya beli masyarakat sebelum melakukan pembatasan.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia diketahui tengah menyiapkan peraturan menteri (permen) terkait pengaturan BBM subsidi tersebut. Sejalan dengan itu, pemerintah memastikan akan memangkas kuota BBM bersubsidi dalam RAPBN 2025 sebagai langkah agar penyaluran BBM subsidi menjadi lebih tepat sasaran.

Kendati demikian, Kepala Kantor Komunikasi Presiden (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi memastikan pemerintah masih dalam tahap kajian terkait dengan pembatasan pembelian BBM bersubsidi.

Menurut Hasan, hingga kini belum ada keputusan terkait dengan penerapan aturan pembatasan pembelian BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar subsidi. “Kalau itu masih dikaji. Belum ada keputusan sampai sekarang,” katanya kepada wartawan di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (10/9/2024).

3. Dilema Beban Ganda Jaminan Masa Tua

Salah satu kekhawatiran utama adalah program dana pensiun tambahan akan menambah beban finansial bagi pekerja, terutama mengingat gaji rata-rata yang masih rendah.

Belum lagi kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah memudar lantaran berbagai kasus dana pensiun BUMN yang terjadi belakangan ini. Untuk itu para pemangku kepentingan menekankan pentingnya harmonisasi antara berbagai program pensiun.

Adapun Program dana pensiun tambahan yang diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, program tersebut justru dapat membebani para pekerja karena menambah potongan gaji. Untuk itu, program tersebut masih sulit diterapkan dalam waktu dekat.

“Meski iuran pensiun tambahan adalah program yang baik untuk jaminan hari tua, tetapi saat ini belum tepat untuk dilaksanakan. Sebagian besar gaji karyawan masih belum di atas rata-rata, sehingga penambahan potongan akan memberatkan,” ujar Muhadjir kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/9/2025).

4. Adu Kuat Sengat di Pasar Baterai EV

Penjualan baterai kendaraan listrik (EV) sedikit berakselerasi pada kuartal kedua 2024 saat pabrikan dihantui kekhawatiran penurunan kinerja pasar, sementara pabrikan China makin ekspansif di pasar luar negeri.

Berdasarkan laporan SNE Research, baterai EV digunakan pada kuartal kedua 2024 bertumbuh 22,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi 205,8 GWh. Pertumbuhan tersebut sedikit lebih kuat dibandingkan dengan kuartal pertama 2024 yang sebesar 22,0% menjadi 158,8 GWh.

Belakangan, lembaga riset yang berbasis di Seoul tersebut juga merilis data pengiriman baterai EV pada kuartal kedua 2024 mencapai 231 GWh dengan nilai penjualan hampir US$26,30 miliar.

CATL dari China berada di peringkat teratas dengan pangsa pasar global 31,6%, LGES dari Korea Selatan berada di peringkat kedua (14,7%), diikuti BYD berada di peringkat ketiga (11,9%).

Berdasarkan pengiriman, CATL tetap berada di puncak daftar (35,9%), sedangkan BYD berada di peringkat kedua (16,5%), sementara LGES berada di peringkat ketiga.

Pabrikan Korea lainnya, yakni SDI berada di peringkat kelima (10%), dan SK-on berada di peringkat kedelapan (8,0%). Pangsa pengiriman mereka mencapai 19,9%. Adapun pabrikan Jepang, Panasonic berada di peringkat ketujuh berdasarkan penjualan dan peringkat keenam berdasarkan pengiriman, terutama berfokus pada penjualan sel silinder ke Tesla.

5. Di Balik Makin Kencangnya Tren Paylater

Perusahaan pembiayaan maupun perbankan mencatatkan pertumbuhan signifikan dalam layanan buy now pay later (BNPL). Meskipun dari perusahaan pembiayaan menunjukkan pertumbuhan lebih tinggi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding pembiayaan BNPL atau paylater perusahaan pembiayaan per Juli 2024 sebesar Rp7,81 triliun, atau tumbuh 73,55% year-on-year (YoY). Adapun kredit paylater produk bank per Juli 2024 mencapai Rp18,01 triliun atau tumbuh 36,66% YoY.

Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan bahwa perbankan sejatinya sejak lama bermain di segmen BNPL. Perbankan memulai peluncuran fitur paylater pada akhir 2023, yang dipelopori Bank Mandir, dan Bank BCA.

“Jangan dibandingkan kita dengan perbankan,” kata Suwandi kepada Bisnis, Selasa (10/9/2024).

Ia mengungkapkan sejumlah perbedaan keduanya. Perbankan itu sudah punya produk kredit tanpa agunan, seperti kartu kredit yang sebenarnya praktik orang beli barang dengan dicicil. Perbankan banyak alternatifnya.

Adapun BNPL di perusahaan pembiayaan baru masuk juga setahun terakhir. Saat baru mulai terdapat satu dua pemain, dan terus bertambah. Namun, perusahaan pembiayaan bermain di BNPL belum begitu masif, setidaknya baru ada sembilan perusahaan dari 147 perusahaan pembiayaan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper