Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina Patra Niaga memproyeksikan serapan jenis bahan bakar minyak (BBM) khusus penugasan (JBKP) Pertalite hingga akhir 2024 tidak akan melebihi kuota yang telah dialokasikan pemerintah.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari menyebut, sampai Agustus 2024, realisasi penyaluran Pertalite mencapai 18,6 juta kiloliter (kl). Jumlah tersebut mencapai 58,86% dari kuota tahun ini yang dialokasikan sebesar 31,6 juta kl.
“Pertalite kuota 2024 ditetapkan pemerintah sebesar 31,6 juta kiloliter. Realisasi sampai pertengahan Agustus mencapai 18,6 juta kiloliter,” kata Heppy saat dihubungi Bisnis, Kamis (29/8/2024).
Heppy menekankan, perseroan terus menjalankan komitmen dalam penyediaan Pertalite sesuai dengan kuota dan titik layanan jual yang telah ditetapkan oleh BPH Migas.
Adapun, pengaturan titik titik SPBU yang menjual Pertalite sesuai arahan BPH Migas adalah dengan memperhatikan pertimbangan jalur transportasi umum, tidak berada di area pemukiman menengah ke atas, dan di luar daerah industri.
“Diharapkan dengan upaya tersebut BBM bersubsidi yang disalurkan bisa lebih tepat sasaran," ujarnya.
Baca Juga
Lebih lanjut, Heppy mengimbau kepada masyarakat untuk bijak dalam menggunakan BBM subsidi dan membantu pemerintah mengindentifikasi siapa saja pengguna BBM bersubsidi. Salah satunya dengan melakukan pendataan pengguna BBM subsidi melalui pendaftaran QR Code.
Nantinya, QR Code tersebut berguna untuk melalukan pembelian BBM jenis Pertalite di SPBU. “Penggunaan QR code sebagai syarat untuk menggunakan BBM Pertalite," tutur Heppy.
Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memproyeksikan serapan Pertalite hingga akhir tahun ini mencapai 31,51 juta kl, masih di bawah kuota Pertalite yang dialokasikan tahun ini.
Namun, kuota BBM Pertalite diperkirakan bakal meningkat pada 2025 mendatang. BPH memproyeksikan, kuota untuk Pertalite pada 2025 mendatang dikerek ke batas atas 33,23 juta kl dan batas bawah di angka 31,33 juta kl.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati menerangkan, perhitungan kuota untuk batas atas itu menggunakan metode eskalasi laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan data penjualan BBM serta asumsi pertumbuhan ekonomi.
“Adapun, perhitungan penentuan batas bawah proyeksi volume Solar, minyak tanah dan Pertalite menggunakan model statistik regresi dengan data historis konsumsi BBM dan parameter PDB per kapita, serta pertumbuhan asumsi pertumuhan ekonomi 2025,” kata Erika saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Jakarta, Senin (27/5/2024).