Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Berkat Smart Farming, Panen Cabai Poktan Juli Tani Naik Dua Kali Lipat

Juli Tani membagi masa tanamnya menjadi dua waktu. Masa tanam pertama ialah di bulan Juni, sedangkan masa tanam kedua di bulan November.
Ketua Poktan Juli Tani, klaster khusus cabai binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Utara, Yareli menunjukkan bibit cabai siap tanam hasil budidayanya./Bisnis-Delfi
Ketua Poktan Juli Tani, klaster khusus cabai binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatra Utara, Yareli menunjukkan bibit cabai siap tanam hasil budidayanya./Bisnis-Delfi

Bisnis.com, SUMUT – Di tengah keprihatinan nasib petani Indonesia, Kelompok Tani (Poktan) Juli Tani sukses membudidayakan tanaman cabai di Desa Sidodadi Ramunia Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.

Berkat konsep smart farming dengan menggunakan Automatic Weather Station (AWS) atau alat pengukur dan perekam data cuaca, serta Smart Fertilizing Recommendation System atau alat rekomendasi pemupukan, menjadikan anggota petani poktan ini berhasil melipatgandakan hasil panen cabainya dari biasanya 12 ton menjadi 20-21 ton per hektare.

Petani yang tergabung dalam kelompok terbantu dengan teknologi untuk mengelola pertaniannya menjadi lebih efektif dan efisien.

Ketua Poktan Juli Tani, Yareli mengungkap rahasia keberhasilan Poktannya membudidayakan tanaman cabai tersebut kepada tim Bisnis, baru-baru ini.

Sebelumnya, disebutkan bahwa Juli Tani membagi masa tanamnya menjadi dua waktu. Masa tanam pertama ialah di bulan Juni, sedangkan masa tanam kedua di bulan November.

Biasanya, lanjut dia, mereka akan panen mulai dua bulan setelah masa tanam. Atau sekitar Agustus dan Januari.

Yareli menyebut hasil panen cabai Poktan naik hampir 2 kali lipat seiring penggunaan teknologi pertanian modern. Dari rata-rata sekitar 12 ton per hektare (Ha), kini rata-rata panen Poktan Juli Tani mampu menyentuh 20-21 ton per Ha.

Menurutnya, alat rekomendasi pemupukan atau Smart Fertilizing Recommendation System mempermudah petani dalam memberi nutrisi yang sesuai bagi tanaman cabainya.

Teknologi buatan lokal berbasis Internet of Things (IoT) yang terintegrasi dengan aplikasi android itu tidak hanya menyediakan informasi kandungan unsur N, P, K, dan pH tanah, tapi juga memberikan rekomendasi pemupukan yang presisi kepada petani sehingga biaya pembelian pupuk di tiap tahap perkembangan tanaman lebih terukur.

Sementara perubahan cuaca yang kerap menghambat produktivitas pertanian, kini dapat ditanggulangi petani di kawasan dengan teknologi pendeteksi cuaca Automatic Weather Station (AWS).

“Itu fungsinya untuk melihat keadaan cuaca. Misalnya 10 menit lagi ini akan turun hujan, langsung keluar rekomendasi seperti tidak boleh memupuk tanaman, tidak boleh melakukan penyemprotan hama karena tidak efektif. Lalu, rekomendasi lain seperti harus membuka lubang drainase karena curah hujan cukup tinggi,” kata Yareli beberapa waktu lalu.

Dikatakan Yareli, kedua teknologi pertanian modern tersebut merupakan bantuan dari Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Sumatra Utara.

Juli Tani didapuk menjadi klaster binaan Bank Indonesia khusus untuk cabai merah sejak 31 Mei 2017. Hal ini karena Juli Tani merupakan satu-satunya kelompok di kawasan tersebut yang membudidayakan cabai sejak tahun 1989.

Pemberian kedua alat yang mendongkrak panen cabai poktan tersebut dikatakan Yareli merupakan permintaan dari kelompok mereka.

Yareli berbagi tips agar bantuan yang diterima suatu komunitas benar-benar bermanfaat dan berkelanjutan.

Pertama, kelompok perlu tau terlebih dahulu kebutuhan mereka sehingga lebih mudah untuk menyampaikan ke calon pemberi bantuan. Dikatakan Yareli, saat pengajuan bantuan ke KPw BI Sumut, BI juga selalu menanyakan kebutuhan kelompok yang akan dibantunya.

Kedua, lakukan riset kecil-kecilan lewat internet jika bantuan berupa alat seperti yang diberikan kepada Poktan Juli Tani. Hal ini untuk mengetahui perkembangan teknologi pertanian terkini. 

Kemudian, tentukan alat atau teknologi baru yang memang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah. Pastikan pula anggota kelompok memiliki paling tidak pengetahuan dasar soal cara kerja alat atau teknologi tersebut.

Sebagai ketua Poktan Juli Tani, Yareli menuturkan dia tak mau menerima bantuan yang tidak mendukung usaha mereka. Dia juga mengungkapkan tak mau asal menerima bantuan, apalagi jika berupa teknologi yang tidak mereka pahami cara penggunaannya.

“Kami berprinsip harus tau kebermanfaatan suatu alat yang diberikan ke kami. Karena itu, kan, atas permintaan kami juga. Jangan sampai kita tidak paham dengan teknologi yang kita minta. Bisa mangkrak nanti, dan nggak bermanfaat jadinya,” tutur Yareli.

Poktan Juli Tani kini telah memiliki dua jenis bibit yang tersertifikasi, yakni Jusiber Ungu (2021) dan Jusiber Hijau (2022) dengan produksi panen rata-rata 20-21 ton per Ha.

Selain memenuhi kebutuhan cabai di Sumut, sebanyak 40% dari hasil panen cabai Poktan Juli Tani di jual ke sejumlah daerah seperti Aceh, Pekanbaru (Riau), hingga Batam (Kepulauan Riau).

Saat ini Juli Tani juga telah memiliki mini laboratorium yang khusus mengembangkan mikrobakteri untuk campuran pembuatan pupuk organik. Keberadaan laboratorium itu disebut Yareli sebagai langkah untuk mewujudkan mimpi Poktan Juli Tani menghasilkan tanaman yang berkualitas dan bebas bahan kimia berbahaya. (K68)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Delfi Rismayeti
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper