Bisnis.com, JAKARTA - Industri manufaktur nasional disebut memiliki peluang untuk terbebas dari banjir produk impor apabila rencana pintu masuk impor dipindahkan ke pelabuhan di luar Jawa, tepatnya ke wilayah timur Indonesia.
Direktur Eksekutif Core Mohammad Faisal mengatakan, langkah tersebut merupakan bagian dari upaya menahan laju impor dengan memberikan hambatan nontarif. Hal ini juga seringkali dilakukan oleh negara lain.
"Itu mekanisme nontarif atau nontarif measures dengan menempatkan atau mengarahkan impor itu pada daerah-daerah yang jauh dari tempat demand utamanya yaitu Pulau Jawa," kata Faisal kepada Bisnis, Rabu (28/8/2024).
Menurut dia, kebijakan pemindahan pintu masuk impor juga dapat menjadi salah satu dukungan kebijakan pemerintah. Meskipun, hambatan tarif berupa safeguard bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan bea masuk antidumping (BMAD) dinilai masih perlu.
Kedua kebijakan tersebut dapat membantu industri untuk terlepas dari penurunan daya saing di pasar imbas banjir impor produk murah. Adapun, pemindahan pintu masuk impor dilakukan untuk tujuh komoditas yang sebelumnya terkena relaksasi impor.
Dalam Permendag No. 8/2024 disebutkan tujuh komoditas tersebut, yaitu tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, alas kaki, dan barang tekstil jadi.
Baca Juga
"Tapi yang perlu menjadi catatan adalah masalah pengawasannya karena yang sering justru lemah itu di pengawasan, jadi di arahkan di Indonesia Timur, di Papua, Sulawesi," ujarnya.
Faisal mewanti-wanti kemungkinan celah untuk masuk impor barang tersebut lewat Jawa atau Sumatra tetap ada sehingga pengawasan perlu diperketat untuk pelabuhan di wilayah di Jawa.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) David Leonardi mengatakan, langkah tersebut justru berindikasi pada perluasan akses masuk ke pasar dalam negeri.
"Langkah tersebut akan semakin memperluas akses masuk ke pasar dalam negeri Indonesia. Dengan jumlah port saat ini, masih terdapat kegiatan impor ilegal yang terjadi," terang David, dihubungi terpisah.
Impor barang jadi memang perlu diadang, tetapi sejumlah produk juga masih diperlukan untuk mendukung kebutuhan produksi. David menilai makin jauh dengan lokasi industri berada, maka harga produk akan meningkat dampak dari kenaikan harga logistik.
"Skema yang paling baik saat ini adalah dengan membuat kebijakan peraturan BMAD untuk pakaian jadi. Selain itu, skema perlindungan pasar dalam negeri yang sebelumnya sudah berlaku seperti BMTP untuk kain dan pakaian jadi dapat dilanjutkan kembali," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Inaplas Budi Susanto Sadiman mengatakan, pihaknya mendukung pemindahan gerbang masuk impor ke Indonesia Timur. Dengan demikian, oknum importir ilegal akan berpikir dua kali karena biaya ongkos yang lebih tinggi.
"Penggunaan pelabuhan di Indonesia Timur akan menghidupkan transport laut dan mengurangi biaya produk ke Indonesia Timur, karena sebelum nya biaya kapal dibebani biaya pulang pergi karena kurang barang dari Indonesia Timur [balik kosong]," pungkasnya.