Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha ritel mengkritik rencana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.
Ketua Umum Asosiasi Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengatakan, untuk memperkuat perdagangan dalam negeri pemerintah semestinya saat ini mendukung para pengusaha ritel untuk mendongkrak penjualan.
Dengan penjualan yang meningkat, kata dia, dapat menambah omzet pengusaha sehingga pajak yang dibayarkan kepada negara akan semakin besar.
"Jadi omzet harus dinaikkan, bukan PPN-nya," kata Budihardjo di acara Indonesia Retail Summit 2024, Jakarta, Rabu (28/8/2024).
Budihardjo mengatakan para pengusaha ritel berharap agar wacana kenaikan PPN dari sebelumnya 11% menjadi 12% ditunda.
Adapun, sebelumnya pemerintah dalam UU No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan telah merencanakan kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
Baca Juga
"Kondisi saat ini kita mau perkuat perdagangan dalam negeri, kalau bisa enggak dinaikkan, kasih waktu tahun depan lagi [ditunda sampai 2026]," ujarnya.
Kendati begitu, Budihardjo mengakui bahwa rencana pemerintah menaikkan PPN telah tertuang dalam Undang-undang. Menurutnya, apabila pemerintah tetap menjalankan amanat UU tersebut dengan menaikkan PPN menjadi 12% pada 2025 diharapkan dapat diimbangi dengan stimulus menjaga daya beli masyarakat.
Artinya, kata dia, pemerintah perlu memastikan bahwa pungutan PPN dari masyarakat dapat dikembalikan untuk program-program populis. Misalnya seperti jaminan kesehatan, subsidi listrik dan bantuan lainnya.
"Kalau enggak bisa [ditunda], itu tambahan PPN jadi 12% bisa dikembalikan dengan meningkatkan daya beli, ke rakyat bawah stimulus ekonomi dari uang tambahan itu," jelasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (16/8/2024), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan tetap berlaku mulai 1 Januari 2025.
Airlangga beralasan, kenaikan PPN 12% pada awal tahun depan itu sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Oleh sebab itu, jika pasal tersebut belum dibatalkan dengan UU lain maka kenaikan PPN 12% akan tetap terjadi.
"[Tetap naik 12%] sesuai dengan HPP," ujar Airlangga di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2024).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani merasa bingung karena banyak pihak yang soroti rencana kenaikan tarif PPN tersebut. Padahal, menurutnya, kenaikan PPN malah akan menjaga daya beli masyarakat.