Bisnis.com, JAKARTA – Penerimaan negara dari pajak pada 2025 direncanakan mencapai Rp2.490,9 triliun atau naik Rp181 triliun dari rencana tahun ini yang senilai Rp2.309,9 triliun.
Menteri Kuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pajak yang tumbuh 6,94% (year-on-year/yoy) tersebut akan diakselerasi sejalan dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“[Optimalisasi pendapatan] Melalui undang-undang HPP yaitu reform dari sisi legislasi, peraturan, peningkatan tax ratio, pelaksanaan core tax system yang kita harapkan bisa memulai live akhir tahun ini,” ujarnya dalam konferensi pers RAPBN 2025, Jumat (16/8/2024).
Dalam APBN terakhir Sri Mulyani ini, juga mendorong penerimaan negara dari penguatan Costums-Excise Information System and Automation (CEISA) atau aplikasi penghubung Pengguna Jasa dengan Bea Cukai.
Selain itu, semakin andalnya Sistem Informasi Mineral dan Batubara antara Kementerian dan Lembaga (SIMBARA) yang kini tak terbatas untuk komoditas batu bara saja, diharapkan data mengerek penerimaan negara.
Di sisi lain, kompatibilitas dengan dengan digital dan sistem perpajakan global juga perlu pemerintah antisipasi karena rezim perpajakan global menjadi perhatian banyak negara-negara yang sekarang juga sedang berkontestasi politik.
Baca Juga
Bukan hanya fokus memungut, pemerintah juga akan memberikan sejumlah insentif perpajakan untuk mendorong peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Dan pajak bea cukai bisa juga dalam bentuk insentif, tidak dipungut atau ditanggung pemerintah supaya bisa menciptakan insentif bagi sektor-sektor tertentu,” tuturnya.
Meski demikian, dari konferensi pers yang berlangsung hampir dua jam tersebut, Sri Mulyani sama sekali tidak mengamini rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1% menjadi 12% pada 2025. Sebagaimana hal tersebut tercantum dalam UU HPP.
Sri Mulyani hanya menekankan bahwa presiden terpilih sudah sepenuhnya menyadari hal-hal yang tercantum dalam UU HPP.
“Jadi nanti akan kita lihat bagaimana, apakah target [penerimaan] ini memasukkan [PPN 12%]? Tentu kita akan melihat potensi ekonomi kita tax ratio dan intensifikasi ekstensifikasi dan area-area yang kita identifikasi bisa menyumbangkan penerimaan tersebut,” jelasnya.
Tim Transisi dan Airlangga Buka Suara
Sementara itu, Ketua Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo - Gibran Sufmi Dasco menuturkan pada dasarnya postur RAPBN 2025 telah sesuai dan sinkron dengan apa yang diharapkan pemerintahan baru.
Dasco menyampaikan PPN baru akan naik pada tahun depan dan kemungkinan besar pemerintah telah mempertimbangkan kenaikan pungutan tersebut terhadap rencana penerimaan.
“PPN baru naik nanti, mungkin sudah dihitung,” tuturnya kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jumat (16/8/2024).
Kesempatan berbeda, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan sejatinya ketentuan kenaikan PPN sudah tercantum dalam UU HPP.
Dengan demikian, selama pasal tersebut belum dibatalkan dengan UU lain maka kenakan PPN 12% akan tetap terjadi.
"[Tetap naik 12%] sesuai dengan HPP," ujar Airlangga di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2024).