Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menanggapi isu terkait usulan pemerintah yang akan membuka peluang multiprovider avtur. Artinya, perusahaan pelat merah tersebut akan kedatangan kompetitor penyedia bahan bakar minyak untuk pesawat.
VP Corporate Communication Pertamina Fajar Joko Santoso mengatakan, opsi tersebut memang sudah terbuka untuk seluruh badan usaha pemasok BBM avtur yang memiliki syarat dan ketentuan sesuai aturan pemerintah.
"Regulasinya kan memang sudah terbuka, badan usaha yang memiliki syarat bisa mengajukan bisnis niaga avtur di bandara-bandara. Mungkin saat ini baru Pertamina yang siap dengan infrastruktur terutama di daerah-daerah," kata Fajar kepada Bisnis, Selasa (13/8/2024).
Berkaitan dengan kondisi harga tiket pesawat yang melambung tinggi, Fajar menerangkan bahwa pihaknya dalam menentukan harga avtur telah mengikuti formula yang ditetapkan pemerintah.
Kendati demikian, Anggota KPPU Budi Joyo Santoso mengatakan bahwa harga avtur di Indonesia masih merupakan yang termahal di Asean. KPPU juga sempat menuding adanya praktik monopoli dalam hal penyediaan BBM avtur.
"Yang pasti termahal di Asean. Kami masih melakukan perhitungan secara mendalam," ujar Budi, dihubungi terpisah.
Baca Juga
Sebagaimana diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Badan Kebijakan Transportasi (BKT) bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Udara mengusulkan multiprovider avtur untuk mencegah praktik monopoli sehingga harga avtur lebih kompetitif.
Kajian BKT juga mengusulkan agar dihapuskan konstanta dalam formula perhitungan harga avtur. Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No.17/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan Melalui Depot Pengisian Pesawat Udara.
Pada Juli 2024 lalu, Budi menuturkan bahwa pihaknya telah memanggil Kementerian ESDM dan mengusulkan perubahan formulasi HET avtur di dalam Keputusan Menteri ESDM No. 17/2019. Menurutnya, besaran konstanta yang dipakai pada formulasi perhitungan HET avtur itu ditetapkan sebesar Rp3.581 per liter tidak relevan.
Sebab, pemenuhan avtur saat ini tengah didorong agar dipasok dari produksi dalam negeri. Di sisi lain, besaran konstanta Rp3.581 per liter disebut berasal dari beberapa unsur biaya, seperti penyimpanan, distribusi dan pajak impor.
Kendati demikian, Budi mengatakan bahwa hingga saat ini ESDM masih melakukan evaluasi terkait usulan HET avtur tersebut. "ESDM masih melakukan evaluasi," tutur Budi.