Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi dan tidak adanya lagi stimulus terkait pemilu dinilai turut andil dalam capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II/2024 yang hanya 5,05% secara tahunan (year-on-year/YoY).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal I/2024 yang tercatat sebesar 5,11% (YoY) maupun dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal II/2023 yang sebesar 5,17% (YoY).
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II/2024 yang melambat tidak terlepas dari perlambatan konsumsi rumah tangga yang hanya mampu tumbuh 4,93% (YoY), sedikit melambat dari kuartal II/2024 sebesar 5,23% (YoY).
Yusuf mengatakan bahwa penurunan konsumsi rumah tangga ini disebabkan oleh beberapa hal, terutama berakhirnya efek stimulus dari periode Pemilu, yang diperparah oleh kondisi pasar tenaga kerja yang belum pulih sepenuhnya pasca pandemi Covid-19.
"Juga tekanan inflasi yang pada beberapa komoditas itu relatif masih tinggi, terutama pada kuartal kedua kemarin," katanya kepada Bisnis, Senin (5/8/2024).
Menurut Yusuf, beberapa indikator utama juga mendukung hipotesis terkait perlambatan pertumbuhan, misalnya indeks penjualan riil pada kuartal II/2024 hanya tumbuh 1,3%, relatif rendah dibandingkan kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,61%.
Baca Juga
Berdasarkan kategorinya, imbuhnya, penjualan suku cadang dan aksesoris, bahan bakar kendaraan bermotor, serta makanan dan minuman juga mengalami pertumbuhan yang relatif lebih rendah pada kuartal pertama 2024.
Selain itu, indikasi perlambatan konsumsi tercermin dari penurunan pertumbuhan tahunan simpanan perbankan terutama pada rekening di bawah Rp100 juta, yang pada April 2024 tumbuh 4,1%, lebih rendah dari pertumbuhan pada Maret 2024 sebesar 7,8%.
"Penurunan pertumbuhan simpanan ini mengindikasikan kelompok kelas menengah ke bawah itu mulai mengeluarkan tabungan mereka untuk melakukan konsumsi dan penyesuaian konsumsi dari berbagai perubahan terutama di kuartal pertama dan kuartal kedua kemarin," jelasnya.
Lebih lanjut, Yusuf mengatakan bahwa penurunan konsumsi masyarakat juga tidak terlepas dari kondisi Ketenagakerjaan, yang mana pada Januari hingga Mei 2024 tercatat terjadi pemutusan hubungan kerja hingga 694.000 orang yang terkena dampak dari kondisi tersebut.
Dia menambahkan, pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) pada portal kedua 2024 mencapai 4,43%, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pada kuartal yang sama tahun lalu yang mencapai 4,63%.
"Jadi tentu industri tidak meningkatkan kapasitas produksi dalam bentuk peningkatan investasi karena beberapa komponen permintaan dari masyarakat di kuartal kedua mengalami perlambatan sehingga mereka akhirnya menggunakan kapasitas produksi terpasang dan tidak meningkatkan investasi terutama pada kuartal tersebut," katanya.