Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia turut menjadi pionir dalam menjaga keamanan data dari ekonomi digital Tanah Air.
Hal ini disampaikannya usai meresmikan Pembukaan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia dan Karya Kreatif Indonesia (FEKDI x KKI) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Kamis (1/8/2024).
“Ya keamanan data itu sangat penting. Jangan sampai karena kita tidak siap, kita tidak memiliki back up data yang berlapis. Saya minta berlapis back up datanya,” tuturnya kepada wartawan.
Lebih lanjut, Kepala Negara menekankan bahwa dengan memiliki keamanan data yang mumpuni akan mendongkrak kepercayaan masyarakat dalam bertransaksi atau melakukan aktivitas ekonomi lainnya.
“Sehingga pengguna, rakyat semuanya itu merasa aman dalam bertransaksi. Penting itu. Saya kita pengamanan kita kemarin harus betul-betul dijadikan pengalaman yang baik dan bermanfaat untuk ke depannya,” imbuhnya.
Apalagi, kata Jokowi, alasan dirinya meminta kepada OJK dan BI untuk meningkatkan perlindungan masyarakat di sektor ekonomi digital. lantaran literasi keuangan Negara yang juga masih rendah.
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa literasi keuangan Indonesia masih kurang dari 50 persen. Untuk diketahui berdasarkan data OJK, literasi keuangan Negara meningkat dari 21,84% pada 2013 menjadi 49,68% pada 2022.
"Masyarakat masih rentan mengalami risiko penipuan dan kejahatan digital. Oleh sebab itu siapkan sistem perlindungan konsumen, pastikan keamanan data konsumen. Jangan sampai rakyat kecil menjadi pihak yang dirugikan," tandas Jokowi.
Menurut catatan Bisnis, sektor perbankan kerap menjadi sasaran empuk serangan siber. Bank-bank Tanah Air pun menyiapkan siasat agar mampu berkelit dari risiko peretasan demi terjaganya data nasabah.
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkapkan terdapat dua ancaman utama yang saat ini mengintai perbankan, yaitu ransomware dan advanced persistent threat (APT).
Sebagaimana diketahui ransomware adalah malware yang digunakan untuk menyandera aset korban, seperti dokumen, sistem, ataupun perangkat.
Sementara itu, APT merupakan attack campaign yang dilakukan oleh kelompok serangan siber atau threat actor. APT menggunakan metode dan teknik yang dirancang untuk melakukan serangan siber secara terus-menerus tanpa terdeteksi, mendapatkan akses ke sistem, dan bertahan dalam sistem tersebut dalam jangka waktu yang lama.