Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bulog Sebut Proses Akuisisi Produsen Beras Kamboja Tak Mudah

Bulog menyebut upaya melakukan akuisisi produsen beras di Kamboja tidak mudah.
Buruh menata karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman
Buruh menata karung berisi beras di Gudang Bulog Divre Jawa Barat di Gedebage, Bandung, Jawa Barat. Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Perum Bulog masih menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan beras di Kamboja.

Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menyampaikan bahwa akuisisi sejumlah perusahaan beras di Kamboja masih terus berproses. Adapun, proses akuisisi ini tidaklah mudah lantaran pihaknya terus mempelajari kemungkinan-kemungkinan yang ada.

“Masih dalam proses. Memang saya kira tidak mudah, makanya ini masih berjalan, kita pelajari dengan baik,” kata Bayu saat ditemui di sela-sela NFA Fun Run 5K di Plaza Timur Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (28/7/2024).

Adapun Perum Bulog telah mengirimkan tim teknisnya ke Kamboja. Saat ini, tim teknis tersebut telah kembali ke Indonesia dan tengah menyusun laporan agar pihaknya dapat mengambil tindakan lebih lanjut.

“Nanti kita pelajari kemungkinan-kemungkinannya tapi saya akan mengambil langkah yang bertahap mengenai hal ini,” ujarnya.

Pada Mei 2024, Jokowi menginstruksikan Perum Bulog untuk mengakuisisi sejumlah perusahaan beras di Kamboja untuk mengamankan stok cadangan beras di Tanah Air.

Hal ini disampaikan Jokowi usai menghadiri agenda Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-52 Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di Jakarta, Senin (10/6/2024). 

“Itu proses bisnis yang akan dilakukan oleh Bulog sehingga memberikan kepastian stok cadangan beras negara kita dalam posisi stok yang aman. Daripada beli, ya lebih bagus investasi,” katanya, Senin (10/6/2024).

Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menilai penugasan tersebut dapat membantu mengamankan stok beras dalam negeri jika harga beras dunia melonjak.

Dengan demikian, Indonesia tidak akan terdampak dari tingginya harga beras dunia mengingat beras yang diperdagangkan di dunia hanya sekitar 10% atau setara 50 juta ton, sedangkan banyak negara yang juga membutuhkan beras.

“Nah ketika kita punya cadangan sendiri di luar melalui kerja sama dengan negara yang bersangkutan kan lebih aman kalau dari sisi itu,” ungkapnya.

Andreas mengharapkan, skema tersebut tidak hanya diterapkan untuk komoditas beras, tetapi juga komoditas pangan lainnya. Misalnya, sapi hidup di Australia dan New Zealand.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper