Nikel Bersih dan Berkelanjutan di Jantung Sulawesi

Hadirnya PLTA di Sulawesi dimanfaatkan PT Vale Indonesia Tbk. sebagai sumber energi utama kegiatan hulu pertambangannya di Blok Sorowako
Foto: Nikel Bersih dan Berkelanjutan di Jantung Sulawesi
Foto: Nikel Bersih dan Berkelanjutan di Jantung Sulawesi

Bisnis.com, SULAWESI - Jantung Sulawesi menyimpan potensi sumber energi terbarukan yang amat melimpah, terutama lewat hadirnya pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Hal ini pulalah yang dimanfaatkan PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) sebagai sumber energi utama kegiatan hulu pertambangannya di Blok Sorowako.

Sejak awal hadirnya di Celebes, PT Vale Indonesia Tbk telah memanfaatkan energi ini. Mulai dari  PLTA Larona 165 Megawatt (MW) yang beroperasi pada 1979, kemudian disusul PLTA Balambano dengan kapasitas 110 MW serta pada 2011 mengoperasikan PLTA Karebbe 90 MW. Secara total, kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan milik Vale Indonesia mencapai rerata 365 MW.

Tidak hanya itu, opsi perubahan tanur juga dilakukan perseroan sebagai bagian dari inisiatif ESG. Ya, perseroan kini telah memanfaatkan tanur elektrik yang bahkan telah dirintis sejak 20 tahun silam.

Pada sisi lain, medio 2024 ini menjadi era baru bagi penghiliran hijau nikel Sulawesi lantaran beroperasinya SUTET 275KV yang menghubungkan setrum bersih dari Poso menuju Morowali dan Konawe. Kini, tersisa proyek SUTET Gorontalo-Parigi yang perlu diakselerasi untuk mengalirkan setrum panas bumi maupun listrik hidro Sulawesi Utara yang amat melimpah menuju zona tengah untuk memperkokoh bauran energi terbarukan Celebes.

Penyelesaian backbone inilah yang bakal memberikan wajah baru bagi smelter nikel Indonesia, terutama nikel asal Sulawesi.

Pun bagi PT Vale Indonesia Tbk, bauran energi terbarukan yang makin besar itu tentu juga akan lebih mendukung praktik-praktik keberlanjutan perseroan di Sulawesi. Mengingat, penghiliran PT Vale kini sudah tidak hanya di Blok Sorowako (Sulsel), tetapi juga di Blok Bahodopi (Sulteng) dan Blok Pomalaa (Sultra) yang saat ini tengah berproses konstruksi fisiknya.

Operasional tambang dan penghiliran di Blok Sorowako memanfaatkan pembangkit dari PLTA perseroan, kemudian Blok Bahodopi menggunakan pembangkit yang lebih ramah lingkungan , serta Blok Pomalaa akan mengoptimalkan setrum listrik Sulawesi yang bersumber dari pembangkit-pembangkit bersih berbasis energi terbarukan.

Tidak terbatas pada pemanfaatan energi bersih, pengelolaan lingkungan secara terukur guna mereduksi dampak negatif pertambangan nikel dilaksanakan simultan oleh perseroan. Misalnya saja, pengelolaan air limpasan tambang di Blok Sorowako melalui fasilitas Lamella Gravity Settler yang teruji menjaga kelestarian Danau Matano beserta ekosistemnya dari dampak pertambangan nikel.

Kemudian ada pula program reklamasi lahan bekas tambang serta rehabilitasi lahan yang dijalankan secara berkelanjutan oleh perseroan. Bahkan, memiliki fasilitas persemaian modern yang bisa memproduksi sekitar 700.000 bibit pohon dan tanaman endemik.

Serangkaian praktik-praktis prinsip Environmental, Social and Governance (ESG) perseroan di Blok Sorowako itu, bakal diterapkan pula PT Vale Indonesia pada Blok Bahodopi dan Blok Pomalaa. Terlebih perseroan sudah mengantongi perpanjangan izin operasi Vale Indonesia hingga 28 Desember 2035 setelah diterbitkannya izin usaha pertambangan khusus (IUPK) atas PT Vale. 

Hal tersebut, memberikan pula kepastian hukum bagi PT Vale Indonesia Tbk untuk melanjutkan operasionalnya di wilayah konsesi seluas 118.017 hektar paralel menjalankan strategi pertumbuhan bisnis yang berorientasi pada keberlanjutan dan prinsip ESG.

CEO PT Vale Indonesia Tbk Febriany Eddy mengatakan, seluruh praktik dan penerapan ESG di Blok Sorowako, dipastikan bakal diterapkan pula di Blok Bahodopi (Morowali) dan di Blok Pomalaa guna menjaga masa depan industri pertambangan sejalan dengan kelestarian lingkungan serta kesejahteraan sosial masyarakat.

“Kami meyakini penerapan pertambangan berkelanjutan dapat berkontribusi signifikan untuk kesejahteraan bumi dan masyarakat. Praktik ini juga memberikan jaminan kepada pelanggan dan para pemangku kepentingan yang lain, bahwa produk mineral [nikel] PT Vale diperoleh melalui proses produksi yang bertanggung jawab,” paparnya.

Praktik pertambangan dengan prinsip ESG yang dilakukan Vale Indonesia diselaraskan dengan komitmen mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) 2050 dengan fokus pada peningkatan pemakaian Energi Baru dan Terbarukan (EBT), dengan target jangka menengah pengurangan emisi karbon hingga 33% di 2030. 

Pada 2023, indikator positif pengelolaan ESG dan ekonomi oleh perseroan terlihat diantaranya pada sisi pengelolaan lingkungan. Di mana PT Vale Indonesia Tbk telah menurunkan intensitas emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 0,4 ton CO2eq/ton Ni menjadi 28,7 ton CO2eq/ton Ni dari tahun sebelumnya sebesar 29,1 ton CO2eq/ton Ni. 

Kemudian, realisasi reklamasi lahan tambang seluas 3.703,6 hektar (Ha), atau 65% dari pembukaan lahan tambang seluas 5.667,7 Ha pada 2023, dengan jumlah pohon yang ditanam mencapai 4,83 juta batang. Rehabilitasi lahan dan penghutanan lintas batas di luar wilayah operasi juga konsisten dilakukan, mencakup Daerah Aliran Sungai (DAS) di 13 kabupaten di Sulawesi Selatan dan tiga kabupaten di Jawa Barat. 

Pada aspek sosial, PT Vale Indonesia Tbk telah menuntaskan penyusunan Rencana Induk Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) periode 2023-2027 yang fokus, pada program pendidikan, kesehatan, tingkat pendapatan riil, kemandirian ekonomi, sosial budaya, lingkungan sosial, kelembagaan kemasyarakatan dan pembangunan infrastruktur. 

“Untuk itu, kami terus berupaya berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur, membuka lapangan kerja  bagi masyarakat lokal dan kontraktor lokal, serta pengembangan masyarakat agar dapat hidup mandiri di luar  sektor pertambangan atau masyarakat mandiri pasca tambang,” terangnya.

Untuk skala yang lebih luas, praktik pertambangan yang dilakukan PT Vale Indonesia Tbk bisa menjadi titik tolak bagi Indonesia untuk memudarkan stigma 'Dirty Nickel'. Sekaligus menjadi sebuah manifestasi dari aksi nyata pemerintah dan pelaku industri mewujudkan penghiliran yang lebih bersih.

Dalam beberapa tahun terakhir, praktik keberlanjutan dan prinsip ESG yang dilakukan PT Vale Indonesia Tbk menjadi titik perhatian seluruh elemen, termasuk pemerintah. Bahkan, Presiden Joko Widodo serta sejumlah menteri-menterinya silih berganti mengunjungi basis operasional Vale Indonesia di Blok Sorowako, Sulawesi Selatan.

Nikel Bersih dan Berkelanjutan di Jantung Sulawesi

Pada medio Maret 2023 lalu, Kepala Negara saat berkunjung langsung ke Blok Sorowako secara gamblang menyebut praktik tambang Vale Indonesia harus direplikasi oleh perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia. Itu dilontarkan Presiden Jokowi pada saat proses divestasi Vale Indonesia tahap kedua masih sementara berjalan, dimana pada kurang lebih 14 bulan kemudian hal itu rampung disertai dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk perseroan diterbitkan pemerintah.

Untuk kedepannya, PT Vale Indonesia Tbk bisa menjadi kartu “truf” bagi Indonesia di tataran global dalam mengeliminasi stereotip nikel kotor (dirty nickel) yang disematkan oleh komunitas dunia terhadap industri nikel Tanah Air. 

Menteri Luar Negeri RI Retno L. Marsudi menilai konsistensi Vale Indonesia menjalankan praktik pertambangan berkelanjutan dibarengi prinsip ESG mampu menjadi sebuah instrumen untuk mengurangi stigma negatif global terhadap nikel Indonesia. "[Praktik pertambangan berkelanjutan] Vale ini harus sering diceritakan. Semakin banyak orang yang melihat, maka akan mengurangi stigma buruk [global] tentang nikel Indonesia," tegasnya. 

Terkait stigma 'dirty nickel', Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyarankan, pemerintah untuk melakukan kampanye global perihal pemahaman bahwa aktivitas pertambangan nikel Indonesia mengutamakan kepentingan masyarakat.

Kemudian, kata Tauhid, mempercepat proses penanaman modal di sektor penghiliran serta perlu lebih lihai menarik investasi dengan tidak hanya terpaku pada produksi baterai listrik, tetapi juga pengembangan industri berbasis nikel lainnya.

Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk yang pada 2024 ini yang menapaki usia ke 56 tahun menekankan aktivitas pertambangan nikel hulu dan penghiliran yang dijalankan akan lebih berorientasi memberikan efek berganda positif terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan.

"Kami tidak hanya menghasilkan nikel, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup dan melestarikan lingkungan. Visi dan komitmen kami terhadap praktik berkelanjutan bukan hanya inisiatif, tetapi tanggung jawab yang kami emban dengan sungguh-sungguh," kata Febriany Eddy.

Dengan dedikasi yang berkelanjutan, pihaknya bertekad untuk menjadi teladan dalam industri tambang global, memimpin dengan integritas dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan.

Melangkah ke depan, Febriany berharap dukungan dan kerja sama yang terjalin bersama seluruh pemangku kepentingan dapat terus berkembang, mengantarkan Vale Indonesia mewujudkan ambisi menjadi pionir praktik-praktik pertambangan berkelanjutan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. 

"Kami hadir  untuk meningkatkan kualitas hidup dan membangun masa depan yang lebih baik.  Untuk itu, kami  butuh dukungan seluruh pihak mewujudkan praktik keberlanjutan tersebut. Bersama,” pungkasnya.

Pada kesempatan berbeda, ekonom Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Marsuki Z.A menyebut beberapa perusahaan tambang nikel di Sulawesi, termasuk PT Vale Indonesia Tbk, masih memiliki banyak pekerjaan rumah menyangkut pemberdayaan lingkungan dan sosial yang mesti diselesaikan.

Karena, hingga saat ini masih terdapat masalah dalam tatanan hidup masyarakat di sekitar wilayah basis operasi pertambangan. Misalnya pengangguran yang masih tetap tinggi, sehingga membuat tingkat kemiskinan juga masih tetap besar jumlahnya.

Kesejahteraan hidup masyarakat sekitar lokasi tambang juga dianggap Marsuki masih dalam keadaan ketidakmerataan tinggi, utamanya pada aspek kesehatan dan pendidikan. 

"Semuanya sebagai akibat tingginya indikator eksploitasi ekonomi di daerah penghasil tambang yang banyak berlangsung dan belum memenuhi kaidah usaha pertambangan yang baik dan bertanggung jawab," paparnya kepada Bisnis.

Jika masalah-masalah itu bisa diselesaikan, maka keberadaan pertambangan nikel pasti akan bakal lebih memperbesar manfaatnya secara inklusif. Bukan hanya sebagai penyumbang perekonomian negara, tapi juga memberi manfaat besar bagi masyarakat sekitar area pertambangan.

Kemudian, lanjut Marsuki, potensi ekonomi hijau dari perusahaan pertambangan sebagai contoh Vale Indonesia, yang memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai peluang bagi pertambangan Indonesia. Potensi besar dalam carbon capture dan carbon storage dapat dimanfaatkan oleh perusahaan pertambangan untuk mendorong ekonomi sirkular. 

Konsep ini bisa menciptakan siklus ekonomi yang lebih berantai dan tak putus, limbah proses produksi diolah lebih lanjut menjadi produk bernilai tambah. Prinsip ekonomi sirkular bertumpu pada siklus produk atau barang yang tak mudah terbuang menjadi limbah maupun sampah. Prinsip demikian dianggap sebangun dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, serta tentunya ramah lingkungan.

"Penerapan praktik keberlanjutan dan prinsip ekonomi sirkular di pertambangan harus diperkuat oleh seluruh pihak. Dampak lingkungan dan sosial pertambangan harus menjadi pertimbangan utama. Semuanya bersinergi, agar pertambangan di Sulsel maupun Sulawesi secara umum bisa memberikan masa depan yang lebih baik untuk semuanya," pungkas Marsuki.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper