Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, iklim investasi industri hulu migas di Indonesia masih kurang menarik bagi investor.
Luhut menuturkan, pemerintah telah mengidentifikasi 11 isu utama yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya tarik investasi atau Investment Attractiveness Index Indonesia saat ini.
“Kebijakan yang ada juga sering kali masih kurang memberikan iklim investasi yang menarik bagi para investor di sektor ini. Setidaknya ada 11 isu utama yang perlu diperbaiki di sektor hulu migas,” kata Luhut lewat akun instragram pribadinya, Rabu (24/7/2024).
Luhut menggelar rapat lintas kementerian dan lembaga untuk mencari jalan keluar atas mandeknya investasi hulu migas beberapa tahun terakhir pada Selasa (23/7/2024) di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiaman dan Investasi, Jakarta.
Lewat rapat koordinasi ini, beberapa persoalan yang sepakat untuk dibenahi, di antaranya lamanya persetujuan izin lingkungan, peraturan terkait ruang laut dan pertanian, perpajakan migas yang kurang kondusif, hingga kurangnya dukungan dari sebagian pemerintah daerah.
“Saya menegaskan kepada setiap K/L [kementerian/lembaga] di dalam Task-Force yang sudah dibentuk, agar terus melakukan monitoring dan evaluasi atas kegiatan investasi, produksi dan lifting migas di Indonesia,” kata Luhut.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, ekonom energi sekaligus pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, daya tarik investasi hulu migas di Indonesia cenderung menurun dalam 5 tahun terakhir.
Pendapat itu dikuatkan dengan hasil riset lembaga independen Fraser Institute yang mencatat skor Investment Attractiveness Index Indonesia hanya mencapai 45,17 pada tahun lalu. Skor itu menempatkan Indonesia di peringkat 56 dari 86 negara.
Padahal pada 2019 lalu, skor Investment Attractiveness Index Indonesia berada di level 73,09 atau berada di posisi 27 dari 76 negara saat itu.
“Faktor utama penyebabnya, berdasarkan riset tersebut adalah ketidakpastian peraturan perundangan, yang di dalamnya melingkupi pengaturan tata kelola,” kata Pri saat dihubungi, Selasa (23/7/2024).
Kendati secara sumber daya migas, kata Pri, Indonesia masuk ke dalam kategori yang kompetitif untuk kawasan Asia Pasifik. Hanya saja, pertimbangan kepastian hukum dan investasi membuat skor Investment Attractiveness Index Indonesia relatif berada di bawah.
Kondisi itu, menurut dia, menjadi alasan sejumlah kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) membuka peluang farm out di beberapa asetnya saat ini.
“Bujet investasi terbatas. Akan diprioritaskan ke yang lebih kompetitif. Apalagi Mubadala dan Petronas kan aset portofolionya di seluruh dunia,” kata dia.
Adapun, beberapa perusahaan minyak dan gas (migas) strategis di antaranya Petronas dan Mubadala Energy berencana untuk melepas sebagian hak partisipasi (PI) atau melakukan farm-out di sejumlah aset mereka.
Petronas ingin divestasi pada Blok North Madura II dan Blok Bobara. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi risiko pengembangan kedua lapangan tersebut.
Sementara, Mubadala ingin melepas sebagian kepemilikannya di Blok Andaman I, lepas pantai Sumatea Utara.