Bisnis.com, JAKARTA – PT Jababeka Tbk. (KIJA) mengungkap alasan belum berencana untuk menanamkan modalnya di proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang saat ini tengah dikembangkan oleh pemerintah.
Direktur Utama sekaligus pendiri Jababeka, SD Darmono menuturkan bahwa hingga saat ini pihaknya belum diminta atau dilibatkan dalam proses penjajakan pasar (market sounding) bersama Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) di pengembangan proyek ibu kota baru senilai Rp466 triliun tersebut.
“Kita itu selalu menunggu disuruh, nah IKN tentu saja [akan kita kerjakan kalau disuruh]. Jadi diam saja, orang belum disuruh kok. Kalau kita disuruh kan enak rundingnya,” jelasnya dalam Media Briefing di Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Pada saat yang sama, Darmono juga mengomentari Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memberikan sejumlah insentif hingga kemudahan berinvestasi di IKN lewat pemberian Hak Guna Usaha (HGU) hingga Hak Guna Bangunan (HGB) mencapai ratusan tahun.
Meski menilai Keputusan tersebut menarik, Darmono mengungkap hal itu dikhawatirkan tak dapat sepenuhnya menggerakkan geliat investasi di IKN.
“Yang mau masuk itu apakah [insentif yang dirumuskan pemerintah] sudah sesuai dengan kebutuhan mereka [calon investor]? Belum tentu sesuai, saya misalnya dikasih HGB 150 tahun, saya tidak perlu kok. yang saya perlu mungkin tanahnya gratis,” pungkasnya.
Baca Juga
Untuk diketahui sebelumnya, Presiden Jokowi secara resmi memberi izin hak guna usaha (HGU) bagi para investor di Ibu Kota Nusantara dengan jangka waktu paling lama mencapai 190 tahun.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan Ibu Kota Nusantara yang diteken Jokowi pada 11 Juli 2024.
Pasal 9 Perpres tersebut menyebutkan bahwa pemberian HGU hampir 2 abad bagi para investor IKN akan dilakukan melalui dua siklus.
"Hak guna usaha untuk jangka waktu paling lama 95 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi," demikian bunyi Pasal 9 ayat 2a pada beleid tersebut.
Selain itu, beleid ternyata itu juga mengatur pemberian hak guna bangunan (HGB) untuk jangka waktu paling lama 80 tahun untuk siklus pertama dan dapat diberikan kembali untuk siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun, sehingga totalnya menjadi 160 tahun.
Adapun, untuk hak pakai bangunan disebutkan jangka waktu paling lama adalah 80 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali melalui satu siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.