Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RI Terancam Jadi Negara Importir Kakao hingga Investor Cabut

Indonesia berisiko jadi negara yang ketergantungan impor biji kakao hingga kehilangan investor apabila persoalan kebun kakao di dalam negeri tidak diatasi.
Buruh memetik kakao di perkebunan kakao Pasir Ucing, Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Bisnis/Rachman
Buruh memetik kakao di perkebunan kakao Pasir Ucing, Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Bisnis/Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia berisiko jadi negara yang ketergantungan impor biji kakao hingga kehilangan investor apabila persoalan kebun kakao di dalam negeri tidak segera diatasi.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kakao Indonesia (Apkai), Arif Zamroni membeberkan bahwa saat ini, persoalan utama yang dihadapi petani yaitu minimnya produktivitas tanaman. Selain usia tanaman yang tua, cekaman iklim akibat El Nino diakui telah memukul produksi biji kakao di kalangan petani.

Adapun, rata-rata produktivitas biji kakao di petani saat ini, kata dia, berada di kisaran 500 kilogram biji kering per hektare per tahun. Angka itu, jauh dari produktivitas ideal yang seharusnya bisa mencapai 2 ton per hektare per tahun.

Di sisi lain, rendahnya produksi saat ini ternyata telah memicu kenaikan harga biji kakao. Teranyar, Arif menyebut harga biji kakao di tingkat petani bisa tembus Rp122.000 per kilogram biji kering. Harga tersebut melesat dari sebelumnya pernah mencapai rekor terendah di level Rp12.000 per kilogram biji kering.

"Memang hari ini petani kakao bahagia karena harganya sangat mahal, tapi tidak terlalu bahagia karena badai El Nino masih terasa, produktivitas kakao sangat rendah," ujar Arif saat dihubungi.

Minimnya peremajaan kebun dan ekspansi lahan kakao menjadi persoalan krusial yang perlu diselesaikan untuk menggenjot produksi kakao dalam negeri. Pemerintah didesak agar segera turun tangan dalam memperbaiki geliat perkebunan kakao nasional.

Arif pun blak-blakan, sebaliknya apabila tidak ada perbaikan produksi kakao justru berisiko meningkatkan impor biji kakao. Bahkan, risiko lebih besar saat bahan baku cokelat itu semakin menipis, kata Arif, memungkinkan para investor di sektor industri pengolahan kakao hengkang dari Indonesia.

Misalnya saja, Arif mencontohkan, saat ini Filipina tengah gencar terhadap produksi kakaonya hingga berpotensi menarik investor di sektor industri pengolahan kakao menanamkan modalnya di sana.

"Penurunan produksi dan lahan bisa terjadi, risikonya impor lebih besar atau pabrik tutup pindah ke negara yang produksi kakaonya besar. Kalau gitu, pemerintah juga rugi," jelasnya.

Adapun, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total luas lahan perkebunan kakao nasional pada 2023 sebesar 1,41 juta hektare atau menyusut sekitar 4,08% dari luas lahan kakao pada 2022 sebesar 1,47 hektare.

Secara total, produksi biji kakao nasional pada 2023 tercatat sebanyak 641.700 ton atau turun 1,36% dibandingkan produksi kakao pada 2022 sebanyak 650.600 ton.

BPS mencatat, volume impor biji kakao (HS 1801) pada 2023 mencapai sekitar 276.682 ton dengan nilai impor sekitar US$732,3 juta. Biji kakao tersebut kebanyakan diimpor dari sejumlah negara di Afrika seperti Kongo, Pantai Gading, Kenya, Nigeria, Ghana, Madagaskar, Tanzania. Selain itu, sebagian biji kakao diimpor dari Amerika Latin seperti Peru dan Venezuela.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper