Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan petani sawit mendesak agar pemerintah mengkaji kembali wacana penggabungan tata kelola kakao dan kelapa ke dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung mengatakan, wacana penggunaan dana BPDPKS untuk pengembangan kakao dan kelapa dianggap tidak tepat. Musababnya, para petani sawit, hingga saat ini pun masih minim merasakan dana dari pungutan ekspor sawit.
Mereka juga menagih janji pemerintah untuk menaikkan alokasi dana perejamaan sawit rakyat (PSR) yang disebut belum terealisasi hingga saat ini. Adapun, pemerintah sebelumnya berjanji menaikkan dana untuk PSR dari sebelumnya Rp30 juta per hektare menjadi Rp60 juta per hektare.
"Dana PSR yang bilangnya mau dinaikkan jadi Rp60 juta sudah setahun enggak jadi-jadi. Urusan sawit aja belum beres kenapa sudah dicekoki urusan kakao dan kelapa," ujar Gulat saat dihubungi, dikutip Senin (15/7/2024).
Gulat menilai, baiknya pemerintah membentuk badan layanan umum (BLU) tersendiri untuk mengelola kakao dan kelapa. BPDPKS didesak agar fokus mengurusi tata kelola sawit, khususnya kebun sawit rakyat.
Bahkan, menurut Gulat, para petani sawit akan merasa keberatan jika nantinya dana BPDPKS yang selama ini berasal dari pungutan ekspor minyak sawit justru digunakan juga untuk keperluan kakao dan kelapa. Pasalnya, adanya pungutan ekspor minyak sawit selama ini telah menekan harga tandan buah segar (TBS) petani sekitar Rp285 per kilogram.
Baca Juga
"Itu uang keringat petani sawit. Jadi bagaimana mungkin bisa digunakan untuk dana kakao dan kelapa," ucapnya.
Perubahan regulasi secara terperinci diperlukan apabila pemerintah mendesak menambah tugas BPDPKS untuk mengurusi kakao dan kelapa. Gulat menyebut, perubahan menyeluruh harus dilakukan terhadap regulasi yang menyangkut fungsi dan tugas BPDPKS.
"Tentu petani sawit harus mengatakan agar itu dipertimbangkan kembali karena itu akan lebih banyak mudarat daripada manfaatnya," jelasnya.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Kamis (11/7/2024), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) menambah tugas BPDPKS untuk mengurusi kakao dan kelapa.
"Diputuskan digabung di situ ditambah satu divisi itu kakao dan kelapa, untuk subsidi silang, paling kurang untuk pengembangan bibitnya. Mungkin nanti ada risetnya, tapi itu digabungkan ke BPDPKS. Sawit, kakao, kelapa kan mirip-mirip," kata Zulhas.
Ketua Umum Partai PAN itu menjelaskan bahwa alasan Kepala Negara menolak pembentukan badan baru, lantaran karena komoditas kelapa dan coklat tengah mengalami penurunan produksi. Presiden Jokowi menilai membangun badan baru untuk kakao dan kelapa akan merugikan lebih banyak petani dan masyarakat mengingat iuran akan terfokus ke badan baru.
"Jadi kalau badan sendiri dipunguti lagi kan enggak, mungkin berat nanti. Kalau BPDPKS dananya Rp50 triliun lebih jadi subsidi silang pembibitan riset segala macem mengenai kelapa dan kakao ini digabungkan ke BPDPKS," ujarnya.
Dia melanjutkan bahwa penambahan divisi atau deputi di BPDPKS ini akan dilakukan secepatanya setelah keputusan ini disetujui oleh Presiden Ke-7 RI tersebut. Tak hanya itu, Zulhas membeberkan bahwa pihaknya mengusulkan agar tidak ada pembebanan iuran kepada pengusaha atau eksportir kelapa dan coklat.
"Nah itu tadi saya usul tidak ditambah lagi. Iya kan ada iuran apa [di BPDPKS] saya lupa tadi, tapi tidak ditambah lagi," ungkap Zulhas.