Bisnis.com, JAKARTA — Pembahasan substansi dari revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 telah rampung. Saat ini, pemerintah tengah menyelesaikan proses legal untuk pengesahan beleid tersebut.
Adapun, Perpres itu bakal menjadi acuan anyar untuk pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsisi, Pertalite dan Solar.
“Pembahasan substansi secara umum sudah selesai, tinggal penyelesaian proses legalnya di Kemenko Perekonomian, Kementerian Sekretaris Negara dan Kemenkumham,” kata Direktur BBM BPH Migas Sentot Harijady BTP saat dikonfirmasi Bisnis, Rabu (10/7/2024).
Sentot mengatakan, substansi revisi dari beleid itu di antaranya mengatur ihwal konsumen pengguna Pertalite yang selama ini belum diatur.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga bakal mendefinisikan ulang konsumen pengguna Solar yang berhak atas subsidi. Dia menerangkan revisi itu dilakukan untuk memastikan alokasi subsidi tersebut lebih tepat sasaran.
“Nanti aturan yang lebih detail akan dimuat dalam aturan turunan dari revisi Perpres No. 191/2014, yang akan diterbitkan oleh Ditjen Migas dan BPH Migas,” kata dia.
Baca Juga
Di sisi lain, Sentot menambahkan target waktu pengesahan revisi beleid itu bakal tergantung dari penyelesaian proses legal di antara tiga kementerian tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa pembatasan akan mulai dilakukan pada 17 Agustus 2024.
Hal ini diberlakukan sebagai upaya pemerintah untuk mendorong penyaluran subsidi yang tepat sasaran. Pengimplementasian kebijakan ini pun sedang disiapkan oleh PT Pertamina (Persero).
“Pemberian subsidi yang tidak pada tempatnya, Pertamina sedang menyiapkan. Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi, itu akan bisa kita kurangi,” katanya melalui unggahan di akun Instagram miliknya @luhut.pandjaitan, Selasa (9/7/2024).
Hal ini disampaikannya mengingat defisit APBN diperkirakan meningkat pada akhir 2024, seiring dengan belanja negara yang meningkat, sementara pendapatan negara berpotensi tidak tercapai.
Untuk diketahui, defisit APBN hingga akhir tahun diperkirakan naik menjadi sebesar Rp609,7 triliun atau setara dengan 2,7% dari PDB. Perkiraan defisit tersebut naik dari target sebelumnya yang sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29% dari PDB.
Sementara itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memproyeksikan serapan jenis BBM tertentu (JBT) Solar dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP) Pertalite hingga akhir 2024 sesuai dengan kuota yang telah dialokasikan pemerintah awal tahun ini.
Berdasarkan prognosa BPH Migas, serapan Solar bakal mencapai 17,8 juta kiloliter (kl) atau 99,5% dari kuota yang dialokasikan sebesar 17,96 juta kl. Adapun, sepanjang Januari sampai April 2024, realisasi penyaluran Solar telah mencapai 5,4 juta kl atau 30,07%.
Selain itu, BPH Migas memproyeksikan serapan konsumsi Pertalite hingga akhir 2024 berada di level 31,51 juta kl atau 99,71% dari kuota yang dialokasikan sebesar 31,6 juta kl. Di sisi lain, realisasi penjualan Pertalite hingga April 2024, telah mencapai 9,9 juta kl atau 31,63%.