Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memilih Denmark untuk bekerja sama dalam penanganan pengendalian sampah, khususnya susut dan sisa makanan (food loss and waste).
Pasalnya, Indonesia terancam mengalami kerugian produk domestik bruto (PDB) hingga Rp551 triliun setiap tahun apabila tidak melakukan pengendalian terhadap perilaku konsumsi tersebut.
Pemerintah meluncurkan roadmap atau Peta Jalan dan rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia 2025-2045 serta Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045.
“Pemerintah Denmark akan membantu kita untuk kelola food loss and waste. Di dalam rencana aksi food loss and waste itu banyak sekali pekerjaan rumah kita,” ujar Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Vivi Yulaswati, di Jakarta Convention Center, Rabu (3/7/2024).
Vivi menjelaskan bahwa pada dasarnya food loss umum terjadi pada hulu atau pada saat produksi bahan makanan. Sementara sisa makanan atau food waste kerap terjadi di piring masing-masing masyarakat. Dalam hal ini, bijak dalam konsumsi makanan menjadi penting.
Menurutnya, Indonesia perlu belajar dari banyak negara maju untuk mengatasi hal itu, termasuk teknologi, inovasi, dan riset.
Baca Juga
Berdasarkan kajian dari Bappenas, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Indonesia akan penuh pada 2028. Jika dibiarkan, kondisi tersebut akan mengotori badan air sungai yang menjadi sumber air masyarakat, bahkan untuk konsumsi.
Dia menilai perilaku konsumsi masyarakat bertanggung jawab atas kondisi lingkungan tersebut, bukan hanya persoalan makanan.
“Bukan hanya sampah, tapi sering ganti baju atau sering ganti HP tanpa memikirkan yang tidak dipakai mau diapakan. Tentu membuat kita semakin bijak untuk menggunakan material sesuai kebutuhan itu bisa menjadi salah satu solusi,” jelasnya.
Bappenas bersama pemangku kepentingan terkait dan sejumlah negara, termasuk Denmark, mendorong ekonomi sirkular di Indonesia.
Ekonomi sirkular sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan ekonomi hijau. Di mana ekonomi sirkular mendorong penerapan refuse, rethink, rejuce, reuse, repair, refurbish, remanufacture, reporpose, recycle, danrecover yang mencakup intervensi di seluruh value change.
Utamanya, penerapan tersebut didorong pada lima prioritas utama, yakni pangan, elektronik, kemasan plastik, konstruksi, dan tekstil.
Apabila Indonesia mulai melakukan intervensi dengan penyelematan food loss and waste, negara dapat menyelematkan Rp213 triliun hingga Rp551 triliun atau setara dengan 4% hingga 5% produk domestik bruto (PDB) Indonesia.