Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Waspada Siasat Baru China Akali Surplus Produksi Tekstil, Indonesia Jadi Korban

Produsen China membanting harga produk hingg di bawah harga bahan baku seiring surplus produksi tekstil.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman.
Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman.

Bisnis.com, JAKARTA- Produksi tekstil China terus melaju kendati serapan di pasar global terus mengalami penurunan. Terlebih, Amerika Serikat (AS) mulai menghambat perdagangan barang dari China imbas kondisi geopolitik dan dugaan praktik dumping.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyF) Redma Gita Wirawasta menyebut kondisi tersebut yang membuat China semakin gencar masuk ke pasar domestik dengan berbagai cara, legal maupun ilegal.

APSyFI mencatat data ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) dari China ke Indonesia di International Trade Center (ITC) sebesar US$6,5 miliar pada 2022. Sedangkan, impor TPT dari China menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sebesar US$3,55 miliar.

"Di 2022, US$2,9 miliar gap nya. Sekarang hitungan kita pasti lebih dari US$3 miliar karena China oversupply nya sudah gila-gilaan. Kalau 1-2 tahun lalu, dia jual ke kita dibawah harga produksi, sekarang China jual di bawah harga bahan baku," kata Redma saat ditemui Bisnis, dikutip Rabu (3/7/2024).

Jika melihat laporan Statista, produksi pakaian jadi China mencapai 19,36 miliar potong sepanjang 2023. Angka tersebut menurun 8,69% seiring dengan penurunan ekspor garmen ke berbagai negara tujuan utama, termasuk AS.

Dalam situasi ini, Indonesia sedikit diuntungkan lantaran ekspor ke Amerika Serikat yang mengalami kenaikan pada awal 2024 lalu. BPS mencatat pada kuartal I/2024, nilai ekspor naik 0,19% atau senilai US$2,95 miliar.

"Jadi oversupply nya sudah sangat parah. Apalagi ekspor ke Amerika Serikat di banned, Indonesia ekspornya agak naik kemarin," tuturnya.

Di sisi lain, Indonesia tak memiliki upaya perlindungan pasar yang mumpuni untuk menghalau barang impor dari China yang tak diserap pasar global. Alhasil, pasar domestik kini dibombardir pakaian asal Negeri Panda tersebut.

Padahal, Redma menyoroti aturan kewajiban produk tekstil dengan label bahasa Indonesia. Namun, produk-produk ber-label China masih banyak ditemukan di pasar seperti Tanah Abang, Mangga Dua, hingga platform e-commerce.

"Artinya produk kita kalah di platform online, sebelum kalah harga kita sudah kalah akses. Itu platform mereka, mana sekarang ada Temu, aplikasi langsung dari pabrik China ke konsumen," tuturnya.

Aplikasi Temu asal China merupakan platform baru yang berpotensi menggerogoti pasar domestik. Hal ini pun telah diwanti-wanti pemerintah, Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang memastikan bahwa Temu tidak akan dapat diakses.

"Sudah bisa download tetapi country nya memang belum ada Indonesia. Kalau itu masuk, dan itu bisa langsung di kirim kesini, masalah juga itu, hanya dengan KTP kita bisa impor," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper