Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Melemah, Bisnis Ritel RI Rawan Kena Pukulan Telak

Aprindo menyebut bisnis ritel rawan terkena dampak dari rupiah melemah berupa kenaikan harga barang hingga penurunan tingkat konsumsi masyarakat.
Ilustrasi ritel. Aprindo menyebut bisnis ritel rawan terkena dampak dari rupiah melemah berupa kenaikan harga barang hingga penurunan tingkat konsumsi masyarakat./ Dok. Freepik
Ilustrasi ritel. Aprindo menyebut bisnis ritel rawan terkena dampak dari rupiah melemah berupa kenaikan harga barang hingga penurunan tingkat konsumsi masyarakat./ Dok. Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha ritel blak-blakan soal dampak pelemahan rupiah terhadap kinerja usaha ritel.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey mengatakan risiko kenaikan harga dapat terjadi akibat nilai dolar Amerika Serikat yang makin menguat.

Namun, dia memastikan bahwa kenaikan harga tidak terjadi pada semua produk. Lonjakan harga lebih rawan terjadi pada barang-barang yang membutuhkan bahan baku atau bahan penolong dari impor. Dengan adanya kenaikan harga bahan baku di produsen, akan berimbas pada harga jual di hilir yaitu di ritel.

"Karena dolar naik maka secara tidak langsung ke ritel juga naik harga belinya [di supplier], sehingga harga jualnya juga pasti naik," ujar Roy di Kantor DPP Aprindo, Jumat (28/6/2024).

Di sisi lain, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat juga rentan memicu kenaikan suku bunga acuan. Adapun, saat ini, suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI Rate masih tertahan di angka 6,25%.

Kenaikan suku bunga acuan yang lebih tinggi, dikhawatirkan bakal memukul sektor ritel. Musababnya, suku bunga yang tinggi akan berdampak penurunan tingkat konsumsi masyarakat yang berimbas pada penjualan barang di ritel.

Apalagi, adanya rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% di 2025 juga semakin memperburuk kondisi. Pasalnya, kenaikan 1% PPN, bisa memicu kenaikan harga barang hingga 10-15%.

"Karena pengangkutan pakai PPN, bayar logistik, produksi dalam negeri ada PPN, kalau diakumulasi, ujung-ujungnya di masyarakat bisa niak 10-15%," jelasnya.

Oleh karena itu, Roy menegaskan, mitigasi perlu dilakukan pemerintah untuk mencegah pelemahan daya beli di masyarakat semakin dalam. Padahal, saat ini porsi konsumsi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih mendominasi.

"Ini bisa jadi turun [kinerja ritel] kalau tidak ada mitigasi, kami pelaku usaha harusnya diikutsertakan lah dalam regulasi yang terkait dengan perdagangan," ucapnya.

Untuk diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ditutup menguat ke level Rp16.375 pada perdagangan hari ini, Jumat (28/6/2024). Rupiah menguat bersama dengan penguatan dolar AS. Mengutip data Bloomberg pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat 0,19% ke Rp16.375 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS menguat 0,12% ke 106,03.

Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka melemah dan menyentuh level Rp16.416 pada Kamis (27/6/2024). Pelemahan rupiah terjadi di tengah greenback yang juga mengalami pelemahan. Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 10,50 poin atau 0,06% menuju level Rp16.416 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS meningkat 0,16% ke posisi 106,07.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dwi Rachmawati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper