Bisnis.com, JAKARTA- PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) mewanti-wanti pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang tak sekadar menghidupkan perdagangan di pasar domestik, tetapi juga keberlangsungan industri dalam negeri.
Direktur Keuangan SRIL Welly Salam membandingkan kondisi dan kebijakan perlindungan industri yang diterapkan Amerika Serikat terhadap produk-produk impor asal China.
"Kita juga harus berkaca di negara kita, kita harus fokus juga kepada industri karena kalau kebijakan-kebijakan tidak mendukung ini akan sulit untuk mempertahankan industri ya," kata Welly dalam Public Expose, Selasa (25/6/2024).
Dalam hal ini, Welly menyoroti fenomena penutupan usaha di Amerika Serikat ketika negara tersebut dibanjiri produk impor dan fokus pada aktivitas perdagangan.
Pada 2020, dia menyebut banyak perusahaan trading atau perdagangan di Amerika Serikat, sedangkan terdapat 500.000 perusahaan industri mengalami kepailitan
"Banyak perusahaan-perusahaan itu sangat besar sekali mengalami kepailitan di sana, itu sekitar hampir mencapai 500.000 karena mereka hanya melakukan kegiatan-kegiatan trading," jelasnya.
Baca Juga
Namun, dia melihat AS mulai menyadari ketergantungan dengan produk China dan negara lain maka dampaknya tidak baik bagi negara tersebut. Banjirnya barang impor juga membuat AS tidak memiliki produk-produk khusus.
"Kalau sudah industrinya sudah berkurang menjadi sedikit atau tidak ada itu bisa membuat negara kita sangat tergantung kepada produk-produk impor," ujarnya.
Adapun, baru-baru ini SRIL melakukan pemangkasan karyawan untuk memperbaiki kinerja keuangan yang terbebani imbas turunnya pesanan. Pada awal tahun ini, Sritex PHK 3.000 karyawan atau 23% dari tahun lalu.
"Apakah PHK akan dilanjutkan lagi? Ya ini tergantung kepada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tentunya saat ini kita juga sedang ditunggu tidak hanya dari Sritex, tetapi juga dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia [API]," pungkasnya.