Bisnis.com, JAKARTA - PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) membantah isu kebangkrutan seiring langkah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang telah dilakukan nyaris 23% dalam setahun terakhir.
Direktur Keuangan Welly Salam mengatakan pihaknya memastikan keberlangsungan usaha masih berlanjut, kendati proses efisiensi harus dilakukan sebagai langkah reorganisasi dan pemulihan kinerja keuangan perseroan.
"Banyak beredar di pemberitaan bahwa perseroan terancam bangkrut, kami konfirmasi itu tidak benar kami masih beroperasi dgn semua fasilitas yang kami miliki," kata Welly dalam agenda Public Expose SRIL, Selasa (25/6/2024).
Welly menampik isu kebangkrutan, kendati mengakui terjadinya PHK karyawan yang ditandai dengan berkurangnya jumlah pekerja dari tahun 2023 sebanyak 13.000-an menjadi 10.000-an tenaga kerja saat ini.
Sebelumnya, pada 31 Desember 2023, Sritex mencatatkan total karyawan tetap sebesar 14.138 karyawan. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan posisi 2022 yang tercatat sebesar 16.370 karyawan.
Namun, dia menerangkan bahwa di berbagai unit bisnis SRIL tekstil hingga garmen saat ini utilisasi kapasitas produksi tekstil mencapai 60-80%. Bahkan, pihaknya memastikan di unit garmen belum tidak ada PHK.
Baca Juga
"PHK tidak tabu, dalam situasi ini kita melakukan efisiensi secara tepat sehingga going concern perusahaan tidak terganggu," ujarnya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan laporan keuangan SRIL per Desember 2024, penjualan bersih produsen tekstil itu tercatat sebesar US$325,08 juta atau setara dengan Rp5,01 triliun.
Capaian tersebut turun 38,02% dibandingkan tahun 2022 sebesar US$524,56 juta. Pendapatan SRIL ditopang oleh penjualan ekspor sebesar US$158,66 juta, sedangkan penjualan lokal tercatat sebesar US$166,41 juta. Kedua segmen penjualan ini sama-sama turun sepanjang 2023.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan pihaknya masih perlu mendalami penyebab kinerja produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) tersebut terjun bebas dalam beberapa tahun terakhir.
"Ya kami mesti melihat model bisnisnya seperti apa di Sritex group itu. Apakah bangkrutnya murni, karena tekstil apakah ada masalah-masalah yang dihadapi pusat," kata Agus.